Sebuah jumping smash keras dilontarkan oleh Hendrawan ke sisi kanan pertahanan Roslin Hashim. Smash itu masih bisa dikembalikan namun berujung pada sebuah pengembalian tanggung di depan net. Hendrawan tak menyia-nyiakan peluang itu. Ia langsung menyergap shuttlecock tersebut dan Roslin pun tak mampu membendung serangan Hendrawan kali ini.
Masuk! Skor menjadi 7-1 untuk Hendrawan. Ia memastikan kemenangan atas Roslin. Tidak hanya itu, ia juga memastikan kemenangan Indonesia atas Malaysia di final Piala Thomas 2002 dengan skor 3-2. Hendrawan menunjuk ke arah tempat kubu Indonesia tengah duduk menonton pertandingan. Beberapa saat kemudian, Hendrawan berlari dan anggota tim lainnya mengejar Hendrawan. Mereka berpelukan dan Indonesia kembali berbahagia dalam sebuah kemenangan.
copyright : badmintonphoto.com
Namun ternyata, selebrasi itu menjadi selebrasi terakhir yang bisa dilihat rakyat Indonesia di ajang Piala Thomas. Setelah momen itu, Indonesia selalu gagal menyabet gelar juara. Catatan gelar Indonesia di ajang Piala Thomas terhenti di angka 13, angka yang sering disebut sebagai angka sial.
Namun terhentinya gelar Indonesia di angka 13 ini sendiri jelas bukan sekedar lantaran faktor angka sial. Indonesia tak pernah lagi menjadi juara karena materi tim yang ada memang kemudian tak sementereng pada tahun-tahun kejayaan.
Alhasil kemudian muncullah kalimat ‘kita memang kalah di atas kertas’ dari berbagai pihak seiring dengan kegagalan-kegagalan Indonesia di tiap tahun penyelenggaraan Piala Thomas. Sebuah ucapan yang juga berisi pemakluman bahwa memang secara materi Indonesia sedang di bawah negara lain, utamanya Cina.Sehingga ketika kalah, apalagi jika menghadapi Cina, maka hal itu menjadi sebuah kewajaran. Kritik baru benar-benar datang ketika Indonesia terempas terlalu dini seperti misalnya pada perempat final Piala Thomas 2012 lalu. Selebihnya, kekalahan Indonesia di babak semifinal dan final seolah bisa dimaklumi dan diterima karena sudah sebagaimana mestinya.
Hal itu kemudian menjadi menarik ketika melihat situasi Indonesia jelang Piala Thomas kali ini. Bagaimana tidak, Indonesia ditempatkan sebagai unggulan pertama, di atas Cina, Korea, Denmark, Jepang dan tentunya negara-negara lainnya.
Indonesia mengoleksi 294.796 poin, hanya unggul sekian ratus dari Cina yang ada di tempat kedua. Meski demikian, posisi Indonesia jelas sah sebagai unggulan pertama dan dengan demikian kalimat ‘kita memang kalah di atas kertas’ tidak berlaku lagi di penyelenggaraan Piala Thomas kali ini. Indonesia yang nomor satu di atas kertas, dan Indonesia yang berarti paling dijagokan meraih gelar juara di penyelenggaraan Piala Thomas kali ini.
Jika ditelaah perbandingan poin antara Indonesia versus Cina, memang kemudian status sebagai unggulan nomor satu yang dimiliki Indonesia menjadi semakin menarik. Dari lima elemen yang dijadikan dasar penentuan unggulan, yaitu tiga tunggal teratas dan dua ganda teratas tiap negara, Indonesia justru selalu kalah dalam perbandingan head to head poin di tiap nomor tunggal, baik itu tunggal pertama, kedua, maupun ketiga. Indonesia sendiri akhirnya bisa melampaui total poin milik Cina lantaran memiliki selisih poin yang lebih signifikan di nomor ganda, baik ganda pertama maupun ganda kedua.
Dengan demikian, muncullah sebuah asumsi bahwa Indonesia menjadi unggulan pertama pada perhelatan Piala Thomas kali ini bukan lantaran Indonesia sudah benar-benar bangkit dari keterpurukan, melainkan lantaran posisi negara lain, khususnya dalam hal ini Cina, tengah melemah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Apapun asumsi yang ada, yang jelas tahun ini adalah tahun terbaik bagi Indonesia untuk bisa memboyong kembali Piala yang namanya diambil dari Sir George Thomas ini. Peluang bagi Indonesia di tahun-tahun sebelumnya tidak pernah sebesar tahun ini. Status unggulan pertama pun akan semakin menaikkan motivasi dan mental bertanding para pejuang-pejuang Indonesia nantinya.
Tetapi, optimisme untuk bisa menghentikan laju kemenangan beruntun Cina ini jangan sampai membuat Indonesia lengah dan terlena menghadapi ancaman dari negara-negara lainnya. Meski jelas bahwa saingan utama menuju garis finis adalah Cina, namun negara-negara lain tetap berpotensi untuk menyingkirkan Indonesia dari arena persaingan.
Denmark menjadi salah satu tim yang patut diwaspadai mengingat barisan pemain muda mereka pun berbahaya dan siap meledakkan kejutan bagi tim-tim lawan termasuk Indonesia. Malaysia pun pastinya tak boleh ketinggalan untuk diwaspadai karena faktor Lee Chong Wei dan semangat mereka yang pastinya makin meninggi lantaran faktor rivalitas bangsa serumpun jika bertemu Indonesia.
Korea tak boleh diremehkan meskipun mereka kehilangan pasukan ganda terbaiknya sementara Jepang harus diingat dalam-dalam sebagai penjegal Indonesia di dua tahun sebelumnya sehingga patut kiranya untuk tidak lupa untuk balas dendam.
Indonesia sudah unggul di atas kertas dan kini jelas rakyat berharap keunggulan di atas kertas tersebut benar-benar diaplikasikan di lapangan. Indahnya jika Piala Thomas kali ini berjalan tanpa kejutan. Unggulan terdepan keluar sebagai pemenang, dan Piala Thomas kembali ke pangkuan.
-Putra Permata Tegar Idaman-