Setahun lalu, senyum bahagia menghias rakyat Indonesia. Dua wakil harapan mereka, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir sukses menjadi juara dunia di Guangzhou, Cina. Torehan ini seperti sebuah keajaiban lantaran hanya berselang setahun dari kegagalan memalukan di Olimpiade London 2012 dimana Indonesia untuk pertama kalinya gagal meneruskan tradisi medali di cabang olahraga bulu tangkis.
Dalam sukses dan gemerlap kebahagiaan itu, tak lupa pula terbersit janji dari Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) untuk bisa mendorong atlet-atlet lainnya agar sejajar seperti Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana sehingga nantinya bisa menjadi andalan di event-event penting berikutnya. Tak lupa pula terungkap harapan yang sama dari para pebulu tangkis lainnya untuk bisa menyamai level performa Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana.
Janji itu seolah seperti rasa ucapan terima kasih pada sang waktu yang ternyata mampu memberikan perubahan wajah prestasi bulu tangkis Indonesia hanya dalam waktu singkat. Jika di awal tahun 2013 wajah bulu tangkis Indonesia masih porak poranda, di bulan kedelapan wajah prestasi bulu tangkis Indonesia sudah bisa tersenyum berseri-seri.
Setahun berlalu dari peristiwa itu, sang waktu sepertinya menagih janji yang sempat terucap. Kini dia menantikan sejauh mana kinerja pebulu tangkis di luar Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana. Kondisi yang diberikan pun terbilang ekstrim, Indonesia harus pergi ke Kejuaraan Dunia tanpa Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana. Sang waktu tak memberikan izin agar mereka pulih dari cedera tepat pada saatnya.
Sudah sejak awal tahun, blog ini dan mungkin banyak pihak lainnya berpendapat bahwa berat bagi PBSI dan Indonesia jika hanya berharap pada Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana sebagai andalan di berbagai turnamen penting. Pertama, tentunya soal kompetisi yang ketat di nomor ganda putra dan ganda campuran dimana Ahsan/Hendra serta Tontowi/Liliyana harus selalu berhadapan dengan lawan-lawan yang memiliki level dan kualitas yang setara dengan mereka. Kedua, pastinya faktor di luar faktor teknis seperti cedera dan kali ini faktor kedua inilah yang saat ini tengah dipertontonkan sebagai akibat dari riskannya hanya memiliki dua wakil yang bisa diandalkan dalam tiap turnamen penting.
Jika berandai-andai, tanpa faktor cedera ini pun, harapan untuk menyaksikan Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana berturut-turut meraih sukses di All England, Kejuaraan Dunia, Asian Games, dan BWF Final Super Series adalah harapan yang terlalu muluk. Utamanya untuk dua ajang ini, Kejuaraan Dunia dan Asian Games dimana waktunya sangat berdekatan, hanya berselang kurang dari tiga minggu.
Boleh jadi lantaran terlalu rapatnya dua ajang ini pula yang membuat tim pelatih tidak berani mengambil resiko terkait kondisi Ahsan dan Tontowi. Lebih baik menyimpan mereka untuk ajang Asian Games dimana masih ada waktu tersisa ketimbang harus memaksa mendorong mereka terjun ke Kejuaraan Dunia yang bisa berakibat lebih parah, gagal tampil maksimal di Kejuaraan Dunia dan cedera mereka bertambah buruk sehingga absen di Asian Games.
Kini untuk Kejuaraan Dunia 2014, Indonesia harus melupakan Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana. Untuk menambah ketegaran, juga harus lupakan harapan melihat performa Simon Santoso yang tengah sakit setelah sebelumnya secara ajaib lolos ke Kejuaraan Dunia di detik-detik akhir.
Dengan demikian, tumpuan Indonesia kini hanya ada pada 14 wakil tersisa yang siap berangkat menuju ke Kopenhagen. Realistisnya, jelas berat bagi nama-nama yang ada di rombongan saat ini untuk berbicara soal peluang meraih medali emas Kejuaraan Dunia. Durasi setahun yang dijanjikan oleh pemain, PBSI, dan Indonesia kepada sang waktu untuk melakukan perubahan belum berjalan mulus sejauh ini. Para pemain di luar Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana masih tampil labil dari turnamen ke turnamen yang mereka ikuti.
Namun perang belumlah dimulai jadi tidak alasan untuk merasa kecil dan tak percaya diri. Barisan Indonesia memang kehilangan tentara-tentara terbaiknya saat Ahsan/Hendra, Tontowi/Liliyana, dan Simon batal tampil di Kejuaraan Dunia, namun di sisi lain ini adalah kesempatan terbaik bagi para wakil lainnya untuk unjuk gigi. Sorotan kuat akan benar-benar mengarah pada mereka. Mereka tidak lagi berdiri di bawah bayang-bayang Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana, setidaknya untuk turnamen ini. Ini adalah beban, tantangan, dan momen pembuktian dalam waktu yang bersamaan.
Kala sang waktu menagih janjinya, tim bulu tangkis Indonesia tak bisa mundur lagi. Meski diri belum siap, janji adalah utang yang mesti dibayar. Cara membayarnya, tentu dengan berjuang mati-matian di panggung Kejuaraan Dunia tanpa rasa gentar dan rasa minder sebelum berperang!
-Putra Permata Tegar Idaman-