Sejarah Jepang dan Efek Dominonya

Semua catatan yang ada di masa yang telah lampau disebut sebagai sejarah. Dan sejarah itu bisa berwajah dua, baik dan buruk. Dalam hal Piala Thomas 2014, Jepang telah sukses menggoreskan sebuah sejarah baik, menggembirakan, dan layak untuk dikenang. Mereka mampu menjadi juara Piala Thomas untuk pertama kalinya dalam kesempatan perdana mereka tampil di sebuah partai final.

Berbicara soal sejarah, sekedar berbalik ke era 1990-an, setelah Jepang berpartisipasi sebagai  penggembira di Piala Thomas 1990, Jepang tak lagi mampu lolos ke putaran final Piala Thomas pada periode 1992-2002. Jepang baru bisa masuk ke putaran final Piala Thomas pada tahun 2004. Jelas dengan demikian ada masa kekosongan prestasi yang dialami oleh putra-putra Jepang.

Kembalinya Jepang ke putaran final sendiri ketika itu tak lepas dari perubahan format putaran final yang mempertandingkan lebih banyak negara peserta. Setelah kembali masuk putaran final, langkah Jepang tiga kali beruntun tertahan di babak perempat final yaitu pada 2004, 2006, dan 2008. Setelah era perempat final, tim putra Jepang pun kemudian mampu menapak babak yang lebih tinggi yaitu semifinal pada tahun 2010 dan 2012.

Dua tahun kemudian, pada 2014, Jepang ternyata sukses menerobos partai puncak dengan menaklukkan Cina yang menjadi raja dalam satu dasawarsa terakhir. Tampil di partai puncak, Jepang tak menunjukkan rasa canggung sedikit pun melawan Malaysia yang memiliki tradisi lebih baik dibandingkan  dengan mereka. Skor 3-2 dengan kemenangan lewat rubber game di partai terakhir membuat para penonton Piala Thomas-Uber mencapai klimaks kepuasan mereka di akhir turnamen.

Gambar

copyright : AFP

Mungkin jika melihat paparan kualitas dan materi tim yang dimiliki Jepang, mereka jelas berada di belakang beberapa negara lainnya di ajang Piala Thomas ini. Tidak ada pemain yang benar-benar dijadikan jaminan untuk meraih poin di tiap pertandingan seperti halnya Lee Chong Wei di Malaysia ataupun Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di Indonesia. Satu lagi, sejak seri BWF Super Series tahun 2012, tidak ada satu pun pemain tunggal putra dan ganda putra Jepang yang mampu meraih gelar juara. Namun belum matangnya kualitas dan materi tim yang mereka miliki itu berhasil ditutupi oleh ketangguhan mentalitas dan rasa percaya diri para pemainnya.

Boleh saja di turnamen perorangan tiap-tiap orang yang ada di tim Jepang ini belum mampu menunjukkan prestasi yang menonjol dan tampil dominan. Namun ketika mereka bersatu dalam sebuah nama, Jepang, mereka mampu membuat sebuah perbedaan. Tampil dalam format beregu bisa mereka jadikan dorongan untuk bermain di ambang batas maksimal kemampuan yang mereka miliki dan bukan malah membuat mereka mendapatkan perasaan tertekan. Mereka mampu tampil dengan optimisme bahwa mereka mampu meringankan langkah rekan-rekan setim dan bukan malah dibayangi kegagalan serta perasaan takut mengecewakan teman-teman lainnya.

Kemenangan di Piala Thomas ini jelas tidak menjamin sukses Jepang di nomor perorangan setelah ini. Namun setidaknya, keberhasilan mereka mengangkat trofi juara di India menjadikan sebuah penegasan bahwa sejauh itulah batas maksimal yang bisa mereka lakukan di masa depan. Ada asa bisa menjadi juara yang akan tertanam dalam diri mereka setelah kejayaan mereka kali ini.

Kenichi Tago pastinya akan semakin siap bersaing dengan Chen Long, Jan O Jorgensen, dan juga Tommy Sugiarto sebagai pemegang tahta raja tunggal putra saat Lee Chong Wei dan Lin Dan semakin memasuki usia senja.

Begitu pula Kento Momota. Sebagai juara dunia junior 2012, aksi impresifnya di Piala Thomas tahun ini jelas akan semakin membuka mata dunia bahwa Momota adalah sosok yang wajib diperhatikan seiring berjalannya waktu ke masa depan. Kematangan Momota bermain di lapangan sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia baru saja menjadi juara dunia junior dua tahun lalu. Momota sudah berada di jalur yang benar dan kini pastinya bersiap menyusul Tago untuk menjadi penghuni 10 besar.

Pun begitu halnya dengan Takuma Ueda. Dengan penampilan impresifnya di laga penentuan, posisi 25 dunia jelaslah masih terlalu rendah untuknya. Hanya dengan mempertahankan konsistensi penampilan seperti laga final,maka Ueda diyakini akan bisa melesat dan berada di peringkat yang tak terlalu jauh dengan Tago dan juga Momota.

Untuk nomor ganda putra, harapan untuk merangsek dominasi Ahsan/Hendra dan para ganda Korea, jelas ada pada pundak Kenichi Hayakawa/Hiroyuki Endo yang merupakan ganda putra terbaik Jepang saat ini. Catatan empat kali runner up event super series di dua tahun terakhir jelas sudah cukup bagi mereka. Setelah menjadi elemen penting keberhasilan Jepang menjadi juara, saatnya bagi mereka untuk bisa lebih percaya diri dan meyakini bahwa mereka mampu juara.

Selain prestasi di level tertinggi, kesuksesan Jepang menjadi juara Piala Thomas kali ini diharapkan oleh mereka bisa menciptakan rasa jatuh cinta yang lebih besar dan berskala nasional generasi muda di negeri mereka terhadap bulu tangkis. Alasannya simpel saja, semakin banyak yang menyukai dan tertarik untuk menekuni bulu tangkis, maka akan makin besar peluang mereka menemukan bibit-bibit pebulu tangkis hebat. Jelas jika ini yang terjadi, maka trofi Piala Thomas ini bukan sekedar kemenangan manis saat ini, melainkan pula investasi besar untuk masa yang akan datang.

Jepang juara Piala Thomas tahun ini bukanlah sebuah pertanda pasti bahwa mereka akan menancapkan kuku dominasi dalam beberapa tahun ke depan. Namun, mereka telah mengukir sebuah sejarah yang baik dan luar biasa bagi perbulu tangkisan mereka dan itu akan terus dikenang bertahun-tahun mendatang, tak peduli bagaimanapun wajah perbulu tangkisan Jepang nantinya, apakah jauh lebih baik dari sekarang ataupun kembali ke posisi semula sebagai negara di barisan kedua.

 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Kekalahan yang (Semoga) Menyadarkan

Indonesia terlempar dari persaingan tangga juara di turnamen Piala Thomas dan Uber 2014. Bukan hanya sekedar kalah, melainkan gagal dengan sebuah pukulan keras yang membuat Indonesia terjatuh dan seolah tak sadarkan diri. Tim Thomas Indonesia yang diunggulkan di posisi pertama harus takluk 0-3 di babak semifinal dari Malaysia yang sebelumnya sama sekali tidak masuk dalam peta persaingan menuju tangga juara. Sedangkan Tim Uber, harus angkat koper terlebih dulu di babak perempat final, juga dengan skor 0-3, dari India, negara yang sebelumnya tidak pernah merasakan atmosfer semifinal.

Kekalahan Indonesia dari Malaysia jelas merupakan sebuah kejutan bagi banyak orang. Bagaimana mungkin Indonesia yang menjadi unggulan pertama di Piala Thomas kali ini bisa kalah dari Malaysia. Okelah, mungkin Malaysia memiliki Lee Chong Wei, namun seharusnya Indonesia masih bisa menang di nomor lainnya. Okelah India punya Saina Nehwal, namun seharusnya Indonesia masih bisa mencuri poin di nomor lainnya. Begitulah kira-kira pendapat umum yang mengapung usai kegagalan Indonesia di kejuaraan beregu putra dan putri tersebut.

Sekedar berbalik ke belakang, setelah Gita Wirjawan memegang tampuk jabatan sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) pada pengujung 2012 dan menunjuk Rexy Mainaky sebagai komandan utama pelatnas Cipayung dengan posisi sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres), prestasi bulu tangkis Indonesia boleh dibilang melesat jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Gita dianggap sukses melakukan terobosan dalam sisi manajemen lewat pembaharuan seperti kontrak individu atlet dan kontrak pelatih, serta memperhatikan fasilitas penunjang serta sarana dan prasarana yang ada di komplek pelatnas Cipayung.

Dan sepertinya bintang keberuntungan tengah bersinar kuat kepada Gita, Rexy, dan PBSI di tahun 2013. Baru beberapa bulan mereka bekerja membentuk tim dan membangun kembali kekuatan bulu tangkis Indonesia, target-target yang mereka canangkan, ajaibnya tidak pernah meleset. Gelar di All England, gelar di Kejuaraan Dunia, dan tiga emas SEA Games berhasil diamankan oleh para pebulu tangkis Indonesia. Target final Piala Sudirman 2013 memang gagal, namun kekalahan 2-3 dari Cina ketika itu dianggap sebagai sebuah hal yang luar biasa dan sudah maksimal.

Secara umum, empat target di tahun 2013 sukses dilalui oleh PBSI dan atlet-atletnya. Puja dan puji pun mengalir kepada mereka yang mampu mengubah wajah bulu tangkis Indonesia, dari yang tadinya muram menuju senyum penuh kemenangan.

Masuk ke 2014, satu target lagi-lagi kembali berhasil dipenuhi oleh PBSI dan atlet-atletnya. Bahkan jika pada tahun lalu hanya satu gelar dari All England, maka untuk tahun ini Indonesia sukses meraih dua gelar juara All England. Sebuah peningkatan yang luar biasa dan membuat banyak orang yakin bahwa kebangkitan bulu tangkis Indonesia benar-benar telah nyata dan bukan ilusi semata.

Rentetan kesuksesan yang diraih itu pada akhirnya semakin membumbungkan semangat dan kepercayaan diri Indonesia menghadapi gelaran Piala Thomas dan Uber di tahun 2014 ini. Target juara diberikan kepada Tim Thomas Indonesia sementara target semifinal dianggap sebagai harga yang pantas dibebankan kepada Tim Uber Indonesia.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Khusus untuk Tim Thomas Indonesia, asa untuk kembali menjadi juara, benar-benar terasa. Indonesia memang sudah lama tidak juara Piala Thomas sejak terakhir kali merengkuhnya pada tahun 2002, dan tahun 2014 ini diyakini sebagai tahun yang tepat bagi Indonesia untuk kembali memenanginya. Cina yang selama satu dasawarsa terakhir menjadi raja kondisinya sedang tidak sebagus tahun-tahun sebelumnya. Indonesia bisa juara dan kesempatan ini tak boleh disia-siakan. Karena itu persiapan pun disusun dengan matang. Seleksi, karantina, simulasi dibentuk dalam sebuah rangkaian program persiapan. Mereka yang berangkat diyakini adalah mereka yang terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini.

Namun kemudian waktu menyadarkan Indonesia, PBSI, Gita, dan Rexy bahwa sejatinya masih banyak pekerjaan rumah yang mesti harus mereka lakukan. Indonesia kalah dari Malaysia dan India, sebuah pukulan yang jelas sangat telak. Jika saja, Indonesia tersingkir di turnamen ini lantaran jegalan Cina, maka boleh jadi sikap permisif akan kembali mengudara. Bahwa Cina belum tersentuh dan kegagalan Indonesia bisa dimaklumi mungkin akan kembali mengemuka.

Kekalahan dari Malaysia dan India adalah sebuah pukulan telak, tepat di rahang dan membuat Indonesia terjatuh di kanvas persaingan bulu tangkis dunia. Kekalahan ini memang menyakitkan, sangat menyakitkan, namun jika dilihat lebih dalam, kekalahan ini juga seharusnya bisa menyadarkan.

Rasa sakit akibat kekalahan di Piala Thomas-Uber tahun ini harus terus diingat oleh Gita, Rexy, PBSI, dan para atlet-atletnya di waktu depan. Ini adalah kekalahan yang menyesakkan dan jelas rasa sakitnya tidak akan hilang hanya dengan sekedar sebuah pengharapan.

Dalam 1,5 tahun terakhir ini, sudah menjadi rahasia umum bahwa memang hanya Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan yang selalu jadi andalan. Indonesia butuh andalan-andalan lainnya. Para generasi di bawah Tontowi/Liliyana dan Ahsan/Hendra harus bersemangat untuk mengejar ketertinggalan mereka.

Satu hal yang paling disorot dalam kekalahan Indonesia di ajang Piala Thomas-Uber ini adalah faktor mental bertanding dan mental juara yang belum dimiliki oleh banyak atlet Indonesia. PBSI, Gita, Rexy, dan lainnya masih harus memutar otak menemukan cara untuk membentuk atlet yang memiliki mental kuat di tiap pertandingan. Sesi motivasi dengan motivator saja sepertinya belum cukup untuk mengasah mental bertanding mereka di lapangan.

Semua pemain di pelatnas sudah berlatih dan bekerja dengan keras setiap harinya. Namun satu hal yang tak boleh terlupa, negara-negara lain pun pastinya melakukan hal yang sama. Ketika kerja keras bukanlah sebuah hal yang istimewa karena semua melakukannya, maka karakter kuat dalam diri akan menjadi pembeda. Mereka yang memiliki mental kuat-lah yang akan mampu mengaplikasikan 100 persen hasil latihan mereka di lapangan pertandingan. Hal ini jelas berlaku baik untuk kejuaraan beregu maupun turnamen perseorangan.

Indonesia sudah kalah KO dalam pertempuran Piala Thomas-Uber tahun ini, namun semoga kekalahan ini terus diingat. Bukan sebagai penjerat dan penghambat, melainkan sebagai dorongan motivasi untuk berprestasi lebih tinggi setelah ini.

Masih ada dua tahun ke depan sampai pertarungan puncak, Olimpiade Rio de Janeiro 2016 digelar dan sebelum itu masih banyak target-target besar yang pastinya akan dibidik oleh PBSI. Untuk tahun ini, masih ada Kejuaraan Dunia dan Asian Games, sementara untuk tahun depan boleh jadi All England, Piala Sudirman, Kejuaraan Dunia, dan SEA Games yang bakal jadi target besar. Saatnya PBSI, Gita, Rexy, dan para atlet Indonesia berbenah mengejar ketertinggalan. Agar nantinya, kekalahan di Piala Thomas-Uber 2014 ini menjadi manis untuk dikenang. Karena berkat kekalahan ini, momen kebangkitan bulu tangkis Indonesia secara menyeluruh, bukan sebagian kecil lewat tangan Tontowi/Liliyana dan Ahsan/Hendra, benar-benar menjadi kenyataan.

 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Pertaruhan Sekarang, Pertaruhan yang Akan Datang

Tim Indonesia tersingkir di babak perempat final Piala Uber 2014. Ini adalah kali kedua secara beruntun Tim Indonesia hanya sanggup menapak babak final di turnamen bergengsi beregu putri tersebut. Jika dua tahun lalu Indonesia tersingkir setelah kalah 2-3 dari Jepang, maka untuk tahun ini pukulan lebih telak karena Indonesia tumbang dengan skor 0-3 di tangan India.

Ya, India. Bagi sebagian orang yang sudah mulai tidak mengikuti perkembangan bulu tangkis secara intens namun pernah tahu betapa hebat dan tingginya legitimasi Indonesia di kancah bulu tangkis dunia, tentu kekalahan di tangan India ini jelas di luar akal sehat.

“Dulu India kan gak ada apa-apanya, parah banget kalo sekarang sampai bisa kalah di tangan India.”  Mungkin begitu rata-rata kalimat yang terlintas di mulut dan pemikiran mereka.

Sekedar berbalik sebentar ke belakang, ke masa persiapan. Tim Indonesia ini sendiri pada awalnya sudah diultimatum untuk tidak diberangkatkan ke gelaran Piala Uber tahun ini oleh Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Rexy Mainaky. Materi tim yang dianggap kurang mampu bersaing menjadi salah satu alasan di balik rencana Rexy tersebut.

Meski demikian, selang beberapa waktu kemudian, Rexy akhirnya melunak dan mengaku merestui keberangkatan Tim Indonesia ke ajang Piala Uber. Sejumlah program persiapan disusun dan masuk babak semifinal menjadi sebuah target yang harus dipikul oleh Linda Wenifanetri dan kawan-kawan. Pertaruhan dimulai. Indonesia mengirimkan tim terbaik dengan target yang terbilang masuk di akal.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Target masuk babak semifinal ini sendiri terbilang merupakan target yang realistis dan logis untuk dijangkau. Posisi Indonesia yang berada di unggulan kelima, di atas kertas berarti memang sudah sewajarnya masuk ke babak perempat final. Nah, dengan demikian, maka Indonesia hanya butuh satu kemenangan dalam sebuah pertarungan sengit di babak perempat final untuk mewujudkan target yang disandang.

Perjuangan Indonesia pun dimulai. Di babak penyisihan grup, dua lawan awal, Australia dan Singapura berhasil ditaklukkan. Dua kemenangan ini menjadi modal bagi Indonesia untuk menantang Korea. Jika menang, maka Indonesia sukses menjadi juara grup dan jalan di babak perempat final diyakini terbentang lebih mudah.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Namun pada kenyataannya, Indonesia kalah dan harus rela ada di peringkat kedua. Posisi kedua membuat Indonesia harus berharap banyak bahwa mereka tidak dipertemukan dengan Cina. Negara lain di luar Cina dianggap masih punya kemungkinan untuk dikalahkan, tapi tidak dengan Cina yang memang di luar jangkauan Indonesia. Nasib memihak Indonesia. Indonesia terhindar dari Cina dan menghadapi tuan rumah India.

Menghadapi India, peta kekuatan jelas bisa dibaca dari gambaran yang ada di sektor perorangan. Tunggal  putri nomor satu dan dua India, Saina Nehwal dan P.V Sindhu, memiliki peringkat yang lebih bagus dibandingkan dua tunggal putri Indonesia yaitu Linda Wenifanetri dan Bellaetrix Manuputty.

Sementara itu untuk ganda putri pertama, kekuatan Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari dan Jwalla Gutta/Ashwini Ponnappa boleh dikatakan hampir seimbang dengan kecenderungan Greysia/Nitya sedikit lebih unggul. Untuk ganda kedua dan tunggal ketiga, Indonesia diyakini di atas India. Meski Adriyanti Firdasari memiliki peringkat di bawah P.C Thulasi namun kemampuan dan pengalaman Firdasari ada di atasnya, pun begitu ganda kedua Indonesia yang pastinya lebih unggul dibandingkan ganda kedua India.

Disinilah India berstrategi. Saina dan Sindhu juga dipasangkan di ganda putri sehingga urutan pertandingan menjadi berubah. Jika lazimnya format pertandingan adalah tunggal pertama-ganda pertama-tunggal kedua-ganda kedua-tunggal ketiga, maka dengan berduetnya Saina/Sindhu di ganda putri, otomatis format pertandingan berubah menjadi tunggal pertama-tunggal kedua-ganda pertama-tunggal ketiga-ganda kedua sesuai regulasi BWF.

Indonesia dan India sama-sama paham posisi mereka dalam pertaruhan ini. Jika salah satu dari Saina dan Sindhu atau keduanya gagal menyumbangkan poin, maka angin kemenangan akan bertiup ke arah Indonesia karena Indonesia bakal lebih unggul di nomor-nomor selanjutnya. Namun jika India mampu menciptakan keunggulan 2-0 di awal pertandingan, maka angin kemenangan bakal bertiup ke arah mereka, sekaligus menghembuskan tekanan besar ke kubu Indonesia.

Dan ternyata pertaruhan di pertandingan ini dimenangi India. Saina mampu mendominasi Linda, dan Bellaetrix sayangnya gagal menahan laju Sindhu dan sedikit kurang beruntung di akhir laga sehingga India ada di atas langit dengan keunggulan 2-0. Greysia/Nitya yang bermain di partai ketiga coba memperpanjang napas Indonesia. Sayangnya mereka tak mampu melawan berbagai tekanan mulai dari kondisi Indonesia yang tengah tertinggal, tekanan dari lawan plus atmosfer publik India. Alhasil, Greysia/Nitya tak bisa tampil dalam kemampuanterbaiknya dan harus merasakan pahitnya pesta publik India di Siri Fort Stadium.

 

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Semua itu tentang pertaruhan. India dan Indonesia sama-sama sadar akan posisi mereka dan dalam pertaruhan kali ini India-lah yang memenangkannya dan memaksa Indonesia gigit jari. Target semifinal gagal diwujudkan dan para pejuang putri ini pun harus pulang dengan kegagalan serta larut dalam penyesalan.

Kegagalan bukanlah bencana besar. Kegagalan baru berubah menjadi malapetaka manakala tidak ada pelajaran yang bisa diambil dari momen ini. Dan tugas Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) lah untuk mengambil pelajaran di balik kegagalan ini. tim Putri Indonesia memang saat ini tengah hancur, namun jangan sampai kepingan-kepingan kehancuran tim Putri Indonesia didiamkan begitu saja tanpa ada tekad dan niat untuk disusun kembali.

Dua tahun ke depan, langkah Indonesia di ajang Piala Uber akan lebih berat dibandingkan sekarang. Nama-nama yang ada di tim saat ini, meski gagal pun, adalah nama-nama terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. Namun, nama-nama ini sendiri sudah mulai melewati batas usia  matang mereka sebagai seorang atlet bulu tangkis pada umumnya.

Dua tahun dari sekarang, Linda Wenifanetri akan memasuki usia 26 tahun, Bellaetrix Manuputty 28 tahun, Maria Febe Kusumastuti 27 tahun, Adriyanti Firdasari 30 tahun. Di barisan ganda, Greysia Polii akan berusia 29 tahun, Nitya Krishinda Maheswari 28 tahun, Pia Zebadiah 27 tahun, Rizki Amelia Pradipta 26 tahun, Tiara Rosalia Nuraidah 23 tahun, dan Suci Rizki Andini 23 tahun.

Dengan gambaran usia di atas plus pencapaian saat ini, jelas berat bagi Indonesia jika mempertahankan tim tahun ini untuk kembali berkiprah dua tahun mendatang. Terlebih pastinya negara-negara lain akan makin melesat dengan mengorbitkan para pemain mudanya. Karena itu, kemungkinan terbesar adalah dua tahun ke depan Indonesia akan tampil dengan formasi kombinasi pemain muda yang baru bermunculan dengan beberapa pemain yang masih ada di skuat tahun ini.

Masalah yang kemudian ada saat ini adalah, barisan generasi Indonesia sendiri masih belum sepenuhnya berada dalam posisi siap untuk segera dilepas berlari di lintasan. Pokok persoalan utama Indonesia di nomor beregu putri ini sendiri terletak di nomor tunggal putri, nomor penting karena memainkan tiga pertandingan di Piala Uber.

Melihat daftar pemain di pelatnas saat ini, regenerasi di tunggal putri memang lebih tersendat prosesnya dibandingkan dengan regenerasi di nomor ganda putri. Melihat deret nama tunggal putri di pelatnas, di luar nama-nama yang ada saat ini, hanya ada nama Hera Desi dan Aprilia Yuswandari yang tidak dibawa oleh tim tahun ini. Dua tahun mendatang, usia mereka pun sudah masuk ke angka 26 tahun, hampir serupa dengan yang lainnya.

Di bawah generasi Bellaetrix dan kawan-kawan, skuat tunggal putri pelatnas diisi oleh para pemain yang yang pada tahun ini masih berusia belasan seperti Hanna Ramadhini (19 tahun), Ruselli Hartawan (17 tahun), Gregoria Mariska (15 tahun), Vehrenica Debora (17 tahun), dan Mayrina Lukmanda (16 tahun). Dengan demikian, maka usia mereka dua tahun mendatang masihlah ada di angka belasan kecuali Hanna yang bakal berusia 21 tahun.

Gambaran di atas menunjukkan ada satu baris kosong di nomor tunggal putri pelatnas dimana saat ini tidak ada pemain yang berusia 21-22 tahun seperti halnya Suci atau Tiara di nomor ganda putri yang pastinya bakal jadi andalan dua tahun mendatang. Kondisi ini lagi-lagi akan menjadi pekerjaan rumah besar bagi PBSI dalam dua tahun ke depan.

Pasalnya, generasi Hanna dan kawan-kawan sendiri saat ini masih belum banyak berkecimpung di turnamen level grand prix gold dan level turnamen di atasnya. Perlu sebuah terobosan dan lonjakan luar biasa dalam dua tahun ke depan bagi generasi mereka sebelum akhirnya mereka mampu disebut sebagai tumpuan dan andalan saat Piala Uber 2016 datang menjelang.

Atau bisa saja PBSI tetap melakukan proses regenerasi apapun yang terjadi. Dengan tak menaruh beban target berat bagi Tim Indonesia di Piala Uber 2016, PBSI bisa saja mengirimkan para rombongan pemain muda dengan harapan mereka mendapatkan pengalaman dan jam terbang yang bisa berguna pada kesempatan berikutnya.

Namun dari dua pilihan itu, tentunya semua berharap regenerasi yang tercipta adalah regenerasi yang hebat, yaitu regenerasi yang terjadi lantaran para junior memang sudah memiliki kemampuan yang seimbang atau bahkan melebihi para seniornya. Memang bukan pekerjaan yang mudah bagi PBSI dan para barisan pemain muda, namun setidaknya Indonesia masih punya waktu dua tahun untuk berusaha. Indonesia sudah kalah dalam pertaruhan kali ini, namun semoga memiliki nasib yang lebih baik pada dua tahun ke depan. Apapun langkah yang diambil PBSI dalam rentang dua tahun ke depan, semoga itu adalah sebuah pertaruhan yang bisa dimenangkan.

 -Putra Permata Tegar Idaman-

Pelepasan yang Meriah dan Deretan Foto Hitam-Putih di Koridor

Gemerlap sinar warna-warni menghiasi GOR Pelatnas Cipayung, tempat biasa para atlet-atlet bulu tangkis terbaik di negeri ini berlatih. Sinar cerah warna-warni, panggung yang berdiri gagah, suara gemuruh dan suasana riang menjadi kombinasi yang menarik perhatian pada Senin, 5 Mei kemarin.

Hari itu, Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) merayakan ulang tahunnya yang ke-63. Sebuah umur yang terbilang matang dengan perjalanan panjang sudah ditaklukkan. Tidak hanya perayaan ulang tahun, saat itu juga dilaksanakan pelepasan Tim Indonesia yang akan berlaga di Piala Thomas-Uber 2014 di India, 18-25 Mei mendatang.

Gambar

Gambar

Tak jauh dari tempat itu, di koridor-koridor pelatnas Cipayung terdapat sejumlah foto yang terbingkai dan digantung pada dinding. Foto-foto tersebut tidak berwarna cerah. Tidak gemerlap. Hanya ada hitam dan putih sebagai perpaduan dalam lembar kertas foto tersebut. Namun, foto itu tetap bersinar kuat. Foto tersebut tetap memiliki magis yang mampu membuat orang-orang tergetar ketika melihatnya. Foto-foto yang terpampang di dinding itu adalah foto-foto kejayaan Indonesia  pada masa silam seperti misalnya ketika arak-arakan Piala Thomas dilakukan di jalanan Ibu Kota, foto-foto para pebulu tangkis Indonesia yang kini berstatus legenda, dan lain sebagainya.

Para undangan dan tamu yang datang ke seremoni ulang tahun dan pelepasan Tim Indonesia untuk Thomas-Uber 2014 pun banyak yang menghentikan langkah mereka di depan deretan foto-foto lawas penuh kenangan tersebut. Pesona foto-foto kenangan itu pun tidak kalah dengan kemegahan acara utama pada hari itu.

Gambar

Sementara itu bagi para pemain pelatnas sendiri, foto-foto hitam-putih di sepanjang koridor itu bukanlah hal yang asing bagi mereka. Ketika mereka melintas untuk mulai berlatih, maka foto-foto itu pulalah yang menyambut mereka. Ketika mereka tengah menunduk kelelahan lantaran telah melahap semua porsi latihan yang diberikan, maka foto-foto itu pula yang akan memandang mereka.

Kembali ke Senin, 5 Mei kemarin, acara pelepasan yang terbilang mewah dan megah itu tentunya menarik untuk dicermati. Pada beberapa tahun belakangan, acara pelepasan keberangkatan tim ke sebuah ajang beregu berlangsung dengan sederhana, tanpa panggung dan tanpa sinar-sinar gemerlap. Jelas, dengan demikian maka cara pelepasan pada tahun ini terbilang luar biasa.

PBSI seolah ingin makin meniupkan rasa percaya diri kepada 20 pemain yang sudah dipercaya berangkat menuju medan pertempuran di New Delhi India. Lewat acara pelepasan yang berlangsung luar biasa ini, para pemain diharapkan semakin mengerti betapa besarnya keinginan dari PBSI dan juga publik untuk kembali menyaksikan kejayaan Indonesia di ajang beregu bulu tangkis. Kini tugas pemain adalah menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka mampu melakukan dan mewujudkan harapan tersebut.

Dan memang sudah sepantasnya tidak ada perasaan minder dari 20 pemain yang terpilih untuk berangkat ke medan pertempuran. Mereka sudah menjalani persiapan matang selama ini. Mulai dari proses nominasi, karantina, hingga simulasi telah mereka libas dan lewati.

Selasa, 13 Mei ini, mereka meninggalkan pelatnas Cipayung. Beranjak dari arena latihan untuk pergi ke arena pertarungan. Mereka pergi dengan sebuah kenangan tentang pelepasan yang begitu meriah dan megah. Namun jelas, bukan pelepasan yang meriah yang menjadi tujuan dan cita-cita mereka selama ini. Tim Indonesia kali ini tentunya punya obsesi dan ambisi, bahwa mereka bisa mengangkat Piala Thomas dan Uber itu tinggi-tinggi. Dengan begitu, foto-foto selebrasi mereka nantinya bisa berdiri sejajar dengan foto-foto legenda Indonesia lainnya di sepanjang koridor pelatnas Cipayung. Foto penuh kenangan yang akan bisa terus jadi perbincangan orang-orang hingga berpuluh tahun ke depan.

Selamat berjuang Tim Indonesia!!

 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Balasan Sebuah Kepercayaan

Adriyanti Firdasari, Greysia Polii dan kawan-kawan menghabiskan masa kecil mereka dengan melihat performa apik Susi Susanti, Mia Audina dan para pemain segenerasinya di era 1990-an. Ketika itu, kekuatan tim putri Indonesia benar-benar diperhitungkan di dunia bulu tangkis. Bukti sahihnya jelas adalah keberhasilan Indonesia meraih Piala Uber pada edisi 1994 dan 1996 serta masih mampu menjadi runner up pada 1998. Bukan tidak mungkin, tekad dan niat Firdasari, Greysia, dan sejumlah atlet lainnya untuk menjadi pebulu tangkis pun lahir dan bertambah besar setelah melihat kiprah dan kehebatan Susi dan rekan-rekan seangkatannya dua dekade silam.

Namun ternyata, generasi Susi itu pula yang akhirnya seolah menjadi “bayang-bayang” bagi generasi tim putri setelahnya hingga saat ini. Torehan tinggi di masa lalu pun akhirnya ditarik menjadi garis batas oleh publik Indonesia. Jika di masa lalu tim putri bisa menjadi yang terbaik, maka mengapa saat ini mereka tak bisa kembali melakukannya, begitulah pola pikir yang mungkin timbul lewat logika sederhana.

Dan perbandingan-perbandingan itulah yang kemudian membuat posisi Tim Uber Indonesia dalam beberapa tahun belakangan tampak inferior. Munculnya kekuatan anyar macam Thailand pun turut membantu makin tenggelamnya optimisme publik terhadap kemampuan Tim Uber Indonesia dalam gelaran turnamen tahun ini.

Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) pun bersikap realistis dengan memasang target semifinal bagi para srikandi Merah-Putih. Sebuah target yang juga masuk di logika orang banyak dan sangat mungkin bisa diwujudkan.

Jika melihat status Indonesia sebagai unggulan kelima, maka menurut perhitungan kasar sebelum pertandingan, Indonesia butuh satu lonjakan agar target tersebut tercapai. Lonjakan itu harus terjadi di babak perempat final dimana Indonesia diprediksikan bakal menantang negara yang lebih diunggulkan.

Tetapi tunggu dulu, skenario itu adalah skenario juga Indonesia hanya menempati posisi runner up di penyisihan grup. Bagaimana jika Indonesia mampu menjadi pemuncak grup dan masuk ke babak perempat final dengan status juara grup? Tentunya jalan yang lebih mulus akan terbentang di depan.

Dan Tim Uber Indonesia tahun ini sendiri memiliki modal besar untuk itu. Modal besar tersebut adalah berupa tingginya jam terbang anggota-anggota Tim Uber tahun ini. Di sektor tunggal, Linda Wenifanetri, Bellaetrix Manuputty, Maria Febe Kusumastuti, dan Adriyanti Firdasari adalah nama-nama yang sudah memiliki pengalaman sebagai anggota Tim Uber Indonesia. Mereka tidak akan lagi mengalami demam panggung layaknya debutan karena sudah pernah bersentuhan dengan atmosfer menegangkan pertarungan Piala Uber.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Sementara itu di sektor ganda, Indonesia memiliki dua ganda yang ada di posisi 10 besar dunia yaitu Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari dan Pia Zebadiah/Rizki Amelia Pradipta. Satu tempat lagi di nomor ganda diisi oleh Suci Rizki Andini/Tiara Rosalia Nuraidah yang sering disebut sebagai ganda andalan Indonesia di masa depan nantinya.

Melihat materi tim yang ada, jelas status ganda putri Indonesia saat ini di Tim Uber boleh dibilang menjadi elemen yang lebih diandalkan untuk meraih poin dalam tiap pertandingan. Namun hal itu seharusnya hanya berlaku di atas kertas karena begitu pertandingan berlangsung, setiap pemain yang diturunkan memiliki beban yang sama, yaitu kewajiban menyumbang satu poin bagi tim guna memperbesar peluang tim meraih kemenangan.

Jika menilik ke belakang sesaat, Tim Uber Indonesia saat ini nyaris gugur sebelum bertanding terkait wacana tidak berangkatnya Tim Uber ke arena pertarungan yang disuarakan oleh Rexy Mainaky, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Indonesia. Tim Uber Indonesia tahun ini, dengan seluruh calon materi pemain yang ada ketika itu, dianggap tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk bersaing di level atas kejuaraan beregu dunia.

Andaipun jadi dikirim, maka Rexy menyebut bukan tidak mungkin bahwa Indonesia malah akan mengirimkan pemain-pemain muda dengan alasan jika sama-sama gagal, maka lebih baik menggunakan kegagalan itu sebagai pembelajaran dan pemupukan jam terbang.

Namun hal itu akhirnya tidak terjadi. Rexy tetap memercayakan skuat Tim Uber Indonesia tahun ini diisi oleh pemain-pemain berpengalaman, putri-putri terbaik Indonesia tahun ini. Dengan hal itu pula maka Rexy pun percaya bahwa tim ini mampu menanggung beban target semifinal yang diberikan.

Dan ketika kepercayaan itu sudah di tangan, maka kini giliran Tim Uber Indonesia membalas kepercayaan itu dengan penampilan menawan di lapangan. Sepeninggal era Susi Susanti dan kawan-kawan, Tim Uber Indonesia memang lebih sering berada dalam posisi diremehkan dan tidak diperhitungkan. Materi pemain yang dimiliki Indonesia dianggap tidak mumpuni dan mampu bersaing dengan negara lainnya yang memiliki banyak pemain andalan.

Namun nyatanya dalam situasi seperti itu, Indonesia tak pernah benar-benar kehilangan jati dirinya sebagai negara besar di bulu tangkis. Ketika keyakinan telah membumbung tinggi disertai kemauan dan ambisi, maka hasil bagus pun tetap mampu didapat oleh Para Srikandi. Runner up Piala Uber 2008 menjadi contoh nyata kasus tersebut dimana Indonesia sukses menembus partai puncak padahal dua tahun sebelumnya Indonesia tak tampil di putaran final. Jika empat tahun lalu keajaiban itu terjadi, maka bisa saja hal itu kembali terulang saat ini. Ketika kepercayaan sudah dikantongi, maka sekarang adalah saatnya bagi Tim Uber Indonesia untuk unjuk gigi.

 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Seribu Alasan, Satu Tujuan

Tim Indonesia untuk Piala Thomas 2014 sudah diumumkan. Tommy Sugiarto, Dionysius Hayom Rumbaka, Simon Santoso, dan Ihsan Maulana Mustofa menjadi pemain yang bakal diandalkan untuk nomor tunggal. Pada nomor ganda, Indonesia kini akan berharap banyak pada Mohammad Ahsan, Hendra Setiawan, Angga Pratama, Rian Agung Saputro, Berry Anggriawan, dan Ricky Karanda.

Susunan seperti di atas jelas seperti dua sisi mata koin. Ada yang puas dan mungkin ada pula yang menyuarakan ketidaksamaan pendapatnya. Bagaimanapun, setiap orang berhak mengutarakan pendapat namun di mata tim pelatih, skuat inilah yang terbilang merupakan skuat dengan peluang terbesar untuk mencapai target di New Delhi nanti.

Pada nomor tunggal putra, tongkat regenerasi mulai terlihat. Tommy Sugiarto dan Dionysius Hayom Rumbaka yang pada dua tahun lalu masih menjadi tunggal ketiga dan keempat, kini naik status dan menjadi tunggal pertama dan kedua. Ihsan yang dua tahun lalu masih bermain di sirkuit nasional pada tahun ini sudah bisa berbangga hati menjadi bagian dari tim.

Tommy Sugiarto, nama ini dua tahun lalu belumlah mencuri perhatian seperti statusnya saat ini. Kini, Tommy adalah tunggal putra terbaik yang dimiliki oleh Indonesia saat ini. Beban Tommy pun berubah jika sebelumnya statusnya di tim Indonesia hanyalah sebagai pelengkap tim, maka untuk kali ini, dirinya adalah pembuka jalan yang diharapkan bisa membuat Indonesia unggul 1-0 atas lawannya di awal pertandingan.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Karena itulah, ketika Tommy tak ikut karantina, banyak yang khawatir tentang kelangsungan target juara yang diusung oleh Tim Thomas Indonesia. Dan ketika Tommy dinyatakan mampu turun, maka yang berlega hati bukan cuma Tommy seorang. Tommy sudah benar-benar menjelma sebagai pebulu tangkis yang begitu diharapkan sebagai pembuka jalan dan kini tugas Tommy adalah maju sebagai pembuka jalan tanpa perasaan minder sedikit pun karena seluruh pebulu tangkis dalam tim ini akan selalu mendukung dan mempercayainya.

Dionysius Hayom Rumbaka, nama ini boleh dibilang adalah nama dengan beban mental terberat dibandingkan anggota lainnya dalam Tim Thomas Indonesia tahun ini. Dua tahun lalu, Hayom adalah orang yang kalah di partai kelima saat Indonesia menghadapi Jepang sehingga untuk pertama kalinya Indonesia terhenti di babak perempat final, sebuah sejarah kurang bagus untuk dikenang.

Bukan hanya itu saja, Hayom pun saat ini belum menunjukkan performa yang signifikan. Untuk tahun ini, belum ada prestasi menonjol yang membuat posisi Hayom makin tersudut. Banyak yang menyebut bahwa Hayom belum pantas menanggung beban sebagai tulang punggung tim Thomas Indonesia meskipun kini usianya makin matang.

Gambar

Berangkat dari keraguan itulah, Hayom mesti menganggap kritik sebagai dorongan positif baginya untuk lebih maju dan lebih baik. Jika ia mampu menunjukkan performa gemilang dan terus menyumbang poin demi poin bagi Indonesia dan membawanya juara, maka otomatis, mulut-mulut yang menyudutkannya akan terbungkam dengan sendirinya.

Simon Santoso, nama ini merupakan nama yang paling berpengalaman di Tim Thomas Indonesia lantaran sudah menjadi anggota tim sejak 10 tahun lalu. Sayangnya, kenangan awal Simon di Piala Thomas tidaklah indah karena dia menjadi pebulu tangkis yang kalah dalam duel penentuan melawan Peter Rassmussen di partai kelima semifinal Indonesia versus Denmark.

Peluang Simon masuk Tim Thomas Indonesia tahun ini sendiri boleh dibilang hampir memudar di awal tahun seiring jebloknya performa Simon. Kepercayaan publik pada kapasitas Simon pun mulai menipis. Namun ternyata, di waktu yang singkat, hanya tiga bulan, Simon sukses mengembalikan kepercayaan publik dan juga tim pelatih kepadanya.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Formasi tunggal Indonesia di Tim Thomas tahun ini pun sedikit banyak menggambarkan betapa berharapnya tim pelatih terhadap konsistensi kebangkitan Simon tahun ini. Formasi Tommy-Hayom-Simon-Ihsan memungkinkan Simon bergeser peran baik sebagai tunggal ketiga maupun tunggal kedua sesuai kebutuhan. Hal itu tidak bisa terjadi jika formasi tunggal adalah Tommy-Hayom-Sony-Simon dimana Simon akan selalu tampil sebagai tunggal ketiga.

Karena itu sudah sepantasnya Simon menunjukkan bahwa dirinya memang tengah dalam kondisi bangkit. Simon selayaknya kini menjawab banyaknya pasang mata yang mempercayai kebangkitan performanya dengan penampilan memukau di lapangan. Alangkah indahnya jika Simon yang masih berusia 18 tahun 10 tahun lalu dan menjadi bagian pahit hilangnya Piala Thomas dari pelukan Indonesia, kini menjelma jadi sosok penting yang kembali membawa pulang Piala Thomas ke pangkauan Ibu Pertiwi.

Ihsan Maulana Mustofa, nama ini jelas merupakan nama baru yang dua tahun lalu bahkan masih belum dipanggil pelatnas Cipayung. Meski sedikit banyak pemanggilan Ihsan ke dalam Tim Thomas Indonesia tahun ini adalah demi strategi agar Simon bisa lebih fleksibel bermain sebagai tunggal ketiga maupun tunggal kedua, Ihsan sudah sepatutnya tak lantas berkecil hati.

Tahun lalu, Ihsan masih tampil dalam kejuaraan dunia junior dan kini sudah menjadi anggota Tim Thomas Indonesia, tentunya ini merupakan sejumlah kemajuan signifikan. Bukan hanya itu saja, Ihsan pun sukses menyingkirkan nama lain yang juga berpotensi sebagai tunggal keempat macam  Wisnu Yuli Prasetyo, Riyanto Subagja , maupun Jonathan Christie.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Itu artinya kehadiran Ihsan dalam tim juga sudah diperhitungkan dengan matang. Ihsan diyakini mampu menjawab kepercayaan ketika nantinya diturunkan sebagai tunggal ketiga, terutama pada fase knock out. Beban sebagai tunggal ketiga di fase knock out tidaklah mudah karena ketika mereka tampil, maka mereka seolah menjadi penentu hasil akhir tim malam itu. Bukan tidak mungkin jika nantinya Ihsan justru tampil sebagai pahlawan kemenangan Indonesia di saat menentukan.

Untuk nomor ganda, Indonesia tahun ini akan turun dengan kekuatan terbaiknya. Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, Angga Pratama/Rian Agung, dan Ricky Karanda/Berry Anggriawan dipercaya mampu menjawab tantangan banyak orang yang menyebut bahwa sektor ganda adalah kekuatan terbesar Indonesia pada penampilannya di Piala Thomas tahun ini.

Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, nama ini adalah sumber keyakinan utama bahwa peluang Indonesia untuk bisa jadi juara Piala Thomas tahun ini cukup terbuka. Performa gemilang Ahsan/Hendra dalam satu tahun terakhir mencuatkan keyakinan bahwa Indonesia kini siap untuk perlahan mengembalikan kedigdayaan yang pernah ada di dunia bulu tangkis.

Gambar

Tak perlu disangsikan, setiap kehadiran Ahsan/Hendra di lapangan pastinya selalu diiringi dengan harapan bahwa Ahsan/Hendra mampu memberikan garansi satu poin kemenangan. Dengan begitu, setiap Indonesia turun bertanding, suara-suara optimistis akan selalu menghitung Indonesia sudah memiliki satu angka di tangan lewat kinerja Ahsan/Hendra.

Ahsan/Hendra sendiri tentunya ingin semakin memantapkan status mereka sebagai calon legenda ganda putra Indonesia. Status legenda yang nantinya mereka sandang pastinya akan terasa lebih menggigit dengan catatan prestasi di nomor beregu putra.

Angga Pratama/Rian Agung Saputro, nama ini adalah perwakilan dari generasi baru ganda putra Indonesia. Tampil sebagai ganda putra kedua, Angga/Rian juga datang dengan tuntutan untuk bisa menyumbang poin dalam tiap penampilan mereka. Mereka pun ingin dilihat sebagai wakil Indonesia yang mampu menanggung beban dan bisa dipercaya seperti halnya Ahsan/Hendra.

Dengan posisi sebagai ganda putra kedua, Angga/Rian pun juga selalu turun dalam partai hidup-mati. Peran mereka hanya berada di antara tiga pilihan, sebagai penentu kemenangan, sebagai pihak yang memperpanjang nafas dan membawa pertandingan ke partai kelima, ataupun sebagai pihak yang akhirnya menelan kekecewaan karena kekalahan mereka ikut mengubur impian tim Indonesia.

Gambar

Tetapi Angga/Rian sendiri sudah mengantongi pengalaman sebagai ganda andalan di Piala Sudirman tahun lalu dimana performa mereka menuai banyak pujian. Sudah sepatutnya mereka tampil lebih percaya diri saat ini karena pengalaman Piala Sudirman tahun lalu sudah  terakumulasi dalam diri mereka kini.

Berry Anggriawan/Ricky Karanda, nama ini bukan sekedar pelengkap skuat Tim Thomas Indonesia tahun ini. Mereka pun harus bersiap 100 persen karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di lapangan dan sepanjang turnamen nantinya. Cedera dan menurunnya performa adalah sebuah hal yang mungkin terjadi dalam sebuah tim dan karena hal inilah seluruh komponen dituntut untuk berada dalam kondisi siap tempur.

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Berry/Ricky sendiri adalah pemain yang sudah punya kapasitas untuk itu. Baik sebagai pasangan maupun sebagai individu, mereka mampu dan siap untuk turun jika diberi kepercayaan. Jam terbang mereka untuk turnamen beregu memang belum tinggi, namun mereka bisa memakai pengalaman mereka di sektor perorangan sebagai pondasi untuk tampil tanpa keraguan jika diturunkan.

Seluruh komponen dalam tim Thomas Indonesia tahun ini datang dengan latar belakang dan alasan yang mungkin berbeda-beda. Namun, semuanya tetap satu jalan, satu tujuan. Membawa Indonesia meraih Piala yang telah hilang selama satu dekade kembali dalam pelukan.

 

-Putra Permata Tegar Idaman-