Semua catatan yang ada di masa yang telah lampau disebut sebagai sejarah. Dan sejarah itu bisa berwajah dua, baik dan buruk. Dalam hal Piala Thomas 2014, Jepang telah sukses menggoreskan sebuah sejarah baik, menggembirakan, dan layak untuk dikenang. Mereka mampu menjadi juara Piala Thomas untuk pertama kalinya dalam kesempatan perdana mereka tampil di sebuah partai final.
Berbicara soal sejarah, sekedar berbalik ke era 1990-an, setelah Jepang berpartisipasi sebagai penggembira di Piala Thomas 1990, Jepang tak lagi mampu lolos ke putaran final Piala Thomas pada periode 1992-2002. Jepang baru bisa masuk ke putaran final Piala Thomas pada tahun 2004. Jelas dengan demikian ada masa kekosongan prestasi yang dialami oleh putra-putra Jepang.
Kembalinya Jepang ke putaran final sendiri ketika itu tak lepas dari perubahan format putaran final yang mempertandingkan lebih banyak negara peserta. Setelah kembali masuk putaran final, langkah Jepang tiga kali beruntun tertahan di babak perempat final yaitu pada 2004, 2006, dan 2008. Setelah era perempat final, tim putra Jepang pun kemudian mampu menapak babak yang lebih tinggi yaitu semifinal pada tahun 2010 dan 2012.
Dua tahun kemudian, pada 2014, Jepang ternyata sukses menerobos partai puncak dengan menaklukkan Cina yang menjadi raja dalam satu dasawarsa terakhir. Tampil di partai puncak, Jepang tak menunjukkan rasa canggung sedikit pun melawan Malaysia yang memiliki tradisi lebih baik dibandingkan dengan mereka. Skor 3-2 dengan kemenangan lewat rubber game di partai terakhir membuat para penonton Piala Thomas-Uber mencapai klimaks kepuasan mereka di akhir turnamen.
copyright : AFP
Mungkin jika melihat paparan kualitas dan materi tim yang dimiliki Jepang, mereka jelas berada di belakang beberapa negara lainnya di ajang Piala Thomas ini. Tidak ada pemain yang benar-benar dijadikan jaminan untuk meraih poin di tiap pertandingan seperti halnya Lee Chong Wei di Malaysia ataupun Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di Indonesia. Satu lagi, sejak seri BWF Super Series tahun 2012, tidak ada satu pun pemain tunggal putra dan ganda putra Jepang yang mampu meraih gelar juara. Namun belum matangnya kualitas dan materi tim yang mereka miliki itu berhasil ditutupi oleh ketangguhan mentalitas dan rasa percaya diri para pemainnya.
Boleh saja di turnamen perorangan tiap-tiap orang yang ada di tim Jepang ini belum mampu menunjukkan prestasi yang menonjol dan tampil dominan. Namun ketika mereka bersatu dalam sebuah nama, Jepang, mereka mampu membuat sebuah perbedaan. Tampil dalam format beregu bisa mereka jadikan dorongan untuk bermain di ambang batas maksimal kemampuan yang mereka miliki dan bukan malah membuat mereka mendapatkan perasaan tertekan. Mereka mampu tampil dengan optimisme bahwa mereka mampu meringankan langkah rekan-rekan setim dan bukan malah dibayangi kegagalan serta perasaan takut mengecewakan teman-teman lainnya.
Kemenangan di Piala Thomas ini jelas tidak menjamin sukses Jepang di nomor perorangan setelah ini. Namun setidaknya, keberhasilan mereka mengangkat trofi juara di India menjadikan sebuah penegasan bahwa sejauh itulah batas maksimal yang bisa mereka lakukan di masa depan. Ada asa bisa menjadi juara yang akan tertanam dalam diri mereka setelah kejayaan mereka kali ini.
Kenichi Tago pastinya akan semakin siap bersaing dengan Chen Long, Jan O Jorgensen, dan juga Tommy Sugiarto sebagai pemegang tahta raja tunggal putra saat Lee Chong Wei dan Lin Dan semakin memasuki usia senja.
Begitu pula Kento Momota. Sebagai juara dunia junior 2012, aksi impresifnya di Piala Thomas tahun ini jelas akan semakin membuka mata dunia bahwa Momota adalah sosok yang wajib diperhatikan seiring berjalannya waktu ke masa depan. Kematangan Momota bermain di lapangan sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia baru saja menjadi juara dunia junior dua tahun lalu. Momota sudah berada di jalur yang benar dan kini pastinya bersiap menyusul Tago untuk menjadi penghuni 10 besar.
Pun begitu halnya dengan Takuma Ueda. Dengan penampilan impresifnya di laga penentuan, posisi 25 dunia jelaslah masih terlalu rendah untuknya. Hanya dengan mempertahankan konsistensi penampilan seperti laga final,maka Ueda diyakini akan bisa melesat dan berada di peringkat yang tak terlalu jauh dengan Tago dan juga Momota.
Untuk nomor ganda putra, harapan untuk merangsek dominasi Ahsan/Hendra dan para ganda Korea, jelas ada pada pundak Kenichi Hayakawa/Hiroyuki Endo yang merupakan ganda putra terbaik Jepang saat ini. Catatan empat kali runner up event super series di dua tahun terakhir jelas sudah cukup bagi mereka. Setelah menjadi elemen penting keberhasilan Jepang menjadi juara, saatnya bagi mereka untuk bisa lebih percaya diri dan meyakini bahwa mereka mampu juara.
Selain prestasi di level tertinggi, kesuksesan Jepang menjadi juara Piala Thomas kali ini diharapkan oleh mereka bisa menciptakan rasa jatuh cinta yang lebih besar dan berskala nasional generasi muda di negeri mereka terhadap bulu tangkis. Alasannya simpel saja, semakin banyak yang menyukai dan tertarik untuk menekuni bulu tangkis, maka akan makin besar peluang mereka menemukan bibit-bibit pebulu tangkis hebat. Jelas jika ini yang terjadi, maka trofi Piala Thomas ini bukan sekedar kemenangan manis saat ini, melainkan pula investasi besar untuk masa yang akan datang.
Jepang juara Piala Thomas tahun ini bukanlah sebuah pertanda pasti bahwa mereka akan menancapkan kuku dominasi dalam beberapa tahun ke depan. Namun, mereka telah mengukir sebuah sejarah yang baik dan luar biasa bagi perbulu tangkisan mereka dan itu akan terus dikenang bertahun-tahun mendatang, tak peduli bagaimanapun wajah perbulu tangkisan Jepang nantinya, apakah jauh lebih baik dari sekarang ataupun kembali ke posisi semula sebagai negara di barisan kedua.
-Putra Permata Tegar Idaman-