Gerrard….

Ketika seorang pemain melakukan kesalahan dalam mengontrol bola pada sebuah pertandingan, hal itu jelas merupakan sebuah hal lumrah. Meskipun sedari kecil mereka sudah belajar bagaimana cara mengontrol bola dengan benar, namun hal itu hanya mengurangi presentase kemungkinan munculnya kesalahan di lapangan dan tidak berarti meniadakan sama sekali hal itu.

Kesalahan kemudian menjadi sebuah masalah besar ketika kesalahan tersebut berkaitan erat dengan hasil akhir sebuah pertandingan dan inilah yang dialami oleh Steven Gerrard, kapten Liverpool yang begitu dipuja dan dikagumi oleh banyak orang di seluruh dunia.

Pertandingan Liverpool versus Chelsea sudah memasuki penghujung babak pertama saat Mamadou Sakho menguasai bola di sisi kiri dekat garis tengah lapangan. Sakho kemudian mengirim umpan kepada Gerrard yang berada di sebelah kanannya. Umpannya biasa, normal, dan tidak deras. Namun Gerrard tidak mengontrol bola yang datang dengan tepat. Bola bergulir sedikit dari kakinya namun masih bisa dijangkau. Gerrard melihat Demba Ba datang. Ia berupaya mengejar bola yang bergulir. Gerrard terpeleset dan Demba Ba mendapat bola tersebut. Demba Ba terus melaju ke gawang Liverpool dan dengan mudah menceploskan bola. 1-0 untuk Chelsea.

Gambar

Gambar

Usai gol Ba, permainan Liverpool tak lagi sama seperti di awal hingga pengujung babak pertama. Mereka jelas terlihat terburu-buru untuk bisa secepatnya menyamakan kedudukan. Hal itu kemudian malah berbuah gol kedua Chelsea yang hadir lewat serangan balik saat semua pemain Liverpool tak lagi fokus menjaga area pertahanan.

Liverpool masih di puncak klasemen dan peluang untuk meraih gelar juara Premier League belum sirna sepenuhnya. Namun kaki Liverpool ketika mereka berdiri saat ini jelas tak sekuat dan sekokoh pekan-pekan sebelumnya. Manchester City yang hanya tertinggal tiga angka namun menyisakan satu pertandingan lebih banyak yang berarti mereka bisa menyamai perolehan angka Liverpool nantinya. Jika di akhir musim nilai kedua tim ini sama, maka selisih gol akan menjadi penentuan tim mana yang berhak merengkuh trofi Premier League. Dengan dua laga tersisa di tangan, Liverpool saat ini masih tertinggal defisit delapan gol dari City, jelas sebuah selisih yang terbilang besar.

Kembali ke Gerrard, pria berusia 33 tahun ini benar-benar merupakan sosok seorang Liverpool sejati. Sejak usia anak-anak Gerrard sudah berada di Akademi Liverpool dan mulai menembus tim senior ketika berusia 18 tahun. Meski saat itu Michael Owen yang berusia beberapa bulan lebih tua darinya lebih dulu menarik perhatian, namun sinar kebintangan Gerrard pun perlahan tetap semakin kuat memancar.

Tahun demi tahun, peran Gerrard dalam tim Liverpool pun semakin vital. Ban kapten Liverpool pun mulai melingkar di lengannya sejak tahun 2003. Berbagai trofi pun sudah ia menangi bersama Liverpool, mulai dari Piala FA, Piala Liga, Piala UEFA, Liga Champions, hingga Piala Super Eropa sudah pernah digenggamnya. Satu hal yang belum pernah dirasakan Gerrard adalah merasakan manisnya titel juara liga, dimana Liverpool sendiri belum pernah merasakannya sejak Liga Inggris memasuki era Premier League pada musim 1992-1993.

Bagi pendukung Liverpool, jelas bahwa titel Premier League sudah menjadi sesuatu yang sudah amat lama mereka dambakan dan mereka impikan. Sementara bagi orang-orang di luar pendukung Liverpool, banyak pula yang merestui Liverpool menjadi juara Premier League musim ini dan kebanyakan mereka memegang argumen dan alasan bahwa loyalitas dan dedikasi Gerrard pantas diganjar oleh paling tidak satu gelar Premier League dalam perjalanan karirnya.

Semua tampak lancar pada beberapa minggu terakhir sampai akhirnya Gerrard melakukan kesalahan yang mengakibatkan presentase peluang juara Liverpool mengecil dibandingkan sebelumnya. Tangis bahagia dan penuh kelegaan yang terpancar dari wajah Gerrard usai Liverpool mengalahkan City beberapa pekan sebelumnya berganti dengan ekspresi sedih ketika pertandingan Liverpool versus Chelsea berakhir.

Kans Liverpool untuk menjadi juara belumlah tamat, namun andaikata musim ini bukan milik mereka, maka bisa jadi kesalahan inilah yang akan diingat Gerrard sepanjang hayat.

 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Sehari Sebelum Simulasi

Dalam sebuah pertandingan, asisten pelatih Chicago Bulls Tex Winter pernah menegur megabintang Michael Jordan. “Michael, There’s No I in Team!” Mendengar pernyataan itu Michael Jordan pun menjawab “There’s not, but there’s an I in win!”

Ungkapan “There’s no I in Team, but There’s an I in win” pun kemudian dikenal banyak orang. Sebuah penggambaran bahwa memang demi kebersamaan sebuah tim, penonjolan sosok individu secara berlebihan sebaiknya diredam.Namun kadangkala kebintangan seorang individu justru yang mampu memberikan perbedaan dan akhirnya menentukan kemenangan tim.

Dan memang jika dikaitkan pada olahraga permainan yang sifatnya beregu seperti bola basket maupun sepak bola, kadang sosok individu bisa mengubah keadaan. Saat pemain Chicago Bulls lainnya tampil seadanya, mereka bisa tetap menang lantaran Michael Jordan mampu mencetak 50 angka sendirian. Saat Real Madrid tampil kurang menggigit, mereka bisa tetap menang karena Cristiano Ronaldo sukses mengeksekusi tendangan bebas yang didapatnya. Begitulah kira-kira gambarannya.

Namun jika hal itu kemudian dibandingkan dengan olahraga permainan lainnya seperti bulu tangkis saat kejuaraan beregu macam Piala Thomas dan Uber hal tersebut tidak sepenuhnya bisa diterjemahkan. Pasalnya, pertandingan beregu bulu tangkis berbeda dengan pertandingan beregu macam sepak bola, bola basket, maupun bola voli.

Dalam pertandingan beregu bulu tangkis, meskipun dikatakan beregu, tetap yang bertanding adalah orang per orang. Tunggal tetap bertanding sendirian, dan ganda tetap bertanding bersama partner-nya. Kesulitan yang mereka rasakan di lapangan tetaplah mereka rasakan sendiri. Tidak akan ada bantuan yang datang dari rekan setim lainnya yang berada di luar lapangan pertandingan kecuali sorakan dan teriakan dukungan.

Pun demikian dengan kehebatan seorang individu dalam sebuah tim beregu bulu tangkis. Sehebat-hebatnya mereka dalam bermain, hanya satu poin yang bisa mereka sumbangkan untuk regu/negara mereka. Sejenius-jeniusnya Lin Dan, dirinya tetap hanya bisa menyumbang satu angka bagi Cina. Setangguh-tangguhnya Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, mereka hanya bisa memberikan satu poin bagi Indonesia. Jika ingin memberikan dua poin, maka mereka harus turun di dua nomor, tunggal dan ganda, sebuah hal yang sekarang jarang dilakukan oleh negara-negara top di dunia bulu tangkis.

Namun pertandingan beregu bulu tangkis pun tetap memiliki karakteristik dan keunikannya sendiri-sendiri. Mereka yang bertarung di lapangan bukan hanya bertanding untuk kemenangan mereka sendiri. Di ajang beregu, ada hal lain yang mereka perjuangkan selain kemenangan untuk mereka sendiri. Setiap poin yang mereka dapat itu berarti langkah tim menuju kemenangan makin dekat. Setiap kemenangan yang mereka genggam itu berarti sebuah langkah pasti untuk tidak membiarkan tim mereka kalah dan tenggelam. Sedangkan setiap kekalahan yang mereka telan, maka

Jadi, level kebintangan seseorang dalam turnamen beregu bulu tangkis tidaklah terlalu mencolok seperti pertandingan beregu lainnya. Dalam statusnya pada sebuah tim, semua pemain memiliki kedudukan yang sama, bertugas meraih poin. Tanggung jawab dan beban yang mereka miliki pun sama besar. Tidak ada yang lebih besar hanya karena mereka peringkat satu dunia dan tidak ada yang lebih kecil hanya karena mereka di luar 10 besar dunia.

Berkaitan dengan persiapan Indonesia di ajang Piala Thomas dan Uber tahun ini, maka boleh dibilang jalan panjang harus dilalui oleh masing-masing pemain untuk bisa menyandang status sebagai bagian dari Tim Indonesia di ajang Piala Thomas-Uber 2014.

Gambar

Gambar

copyright : badmintonindonesia.org

Pertama, untuk bisa masuk nominasi, mereka berarti sukses menyingkirkan puluhan nama lainnya di pelatnas Cipayung dan ratusan nama pebulu tangkis Indonesia lainnya yang berada di luar pelatnas. Setelah masuk nominasi, mereka pun harus bersaing agar bisa terpilih menjadi bagian dari anggota Tim Thomas-Uber yang masing-masing beranggotakan 10 orang. Proses persaingan dari daftar nominasi menjadi daftar anggota sendiri melalui beberapa tahap seperti tahap karantina yang berlangsung sejak pertengahan bulan ini hingga simulasi yang akan dipanggungkan pada Sabtu, 26 April nanti.

Karena itulah, ketika akhirnya nama mereka menjadi salah satu nama yang terpampang di list anggota tim Indonesia pada Piala Thomas-Uber nantinya, maka semua itu tidak diperoleh dengan mudah dan begitu saja. Jalan terjal mereka tempuh untuk bisa masuk menjadi anggota tim dan mendapat kepercayaan pelatih.

Jalan terjal dan berat untuk menjadi anggota tim itulah yang patut untuk terus diingat oleh para pemain nantinya. Bahwa mereka bisa mendapat kepercayaan membela Indonesia setelah menyingkirkan nama-nama lainnya. Nama-nama lain yang juga pastinya menyimpan harap bisa mengharumkan nama Indonesia.

Dan perasaan itu pula yang harus mereka bawa ke lapangan saat bertanding. Ketika mereka turun bertanding, mereka tidak hanya bertanding untuk diri sendiri. Mereka juga harus bertanding demi teman-teman lainnya yang menunggu giliran bermain di partai selanjutnya atau yang sudah bermain di partai sebelumnya. Mereka harus bertanding demi pemain yang tak diturunkan hari itu. Mereka harus bertanding demi pemain yang tak terpilih masuk sebagai anggota tim Indonesia. Dan pastinya mereka harus bertanding dengan tekad untuk membawa Merah-Putih ke podium tertinggi.

Selamat Simulasi Tim Thomas-Uber Indonesia!

25 April 2014

 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Hopkins dan Batas Diri

Lennox Lewis 48 tahun. Mike Tyson 47 tahun. Joe Calzaghe 42 tahun. Oscar De La Hoya 42 tahun. Felix Trinidad 40 tahun. Satu kesamaan dari mereka semua adalah nama mereka sudah tercatat dalam International Boxing Hall of Fame, sebuah pengakuan bahwa mereka telah mencatat karir yang luar biasa dan menjadi bagian dari petinju-petinju hebat sepanjang masa. Bernard Hopkins? Ia sudah berusia 49 tahun dan belum masuk International Boxing Hall of Fame. Bukan karena dia tidak hebat, namun karena ia masih aktif bertinju dan terus menunjukkan keperkasaannya di atas ring.

Bukti terakhir bahwa Hopkins masihlah terlalu muda untuk pensiun dalam waktu dekat adalah duelnya melawan Beibut Shumenov di DC Armory, Sabtu, 19 April kemarin. Dalam duel yang mempertaruhkan sabuk juara dunia kelas berat ringan IBF dan WBA tersebut, Hopkins tidak tampak seperti petinju yang 19 tahun lebih tua dari Shumenov yang kini berusia 30 tahun. Hopkins tampil dominan sepanjang laga dan sukses memukau ribuan penonton yang menyaksikan langsung dan jutaan penggemar tinju yang menyaksikan dari layar kaca. Hopkins menang lewat split decision dan kini menyandang status sebagai petinju tertua yang mampu memenangi pertarungan unifikasi gelar juara dunia.

Hopkins adalah anti teori dari kalimat bahwa manusia tak mampu melawan usia. Hopkins sukses menunjukkan bahwa dengan tekad dan kemauan yang kuat, manusia mampu memperpanjang batas-batas normal sejauh mana mereka mampu bertahan. Sejatinya, seorang petinju sendiri sudah bisa disebut uzur pada usia 40 tahun, namun Hopkins yang sudah berusia 49 tahun mampu membuat mereka yang masih bertinju di usia tersebut terlihat masih sangat muda.

Gambar

 

copyright : bbc.co.uk

Kisah hidup Hopkins sendiri adalah sebuah kisah hidup yang sangat pantas dijadikan sebagai referensi pembuatan novel maupun film. Bagaimana tidak, Hopkins bukanlah orang yang lahir dan benar-benar diarahkan untuk menjadi seorang petinju besar. Masa remajanya dihabiskan untuk tindak kekerasan. Ia pernah ditusuk dan nyaris kehilangan nyawanya pada usia 13 tahun. Bukannya jera, empat tahun kemudian justru ia yang menjadi kriminal dan harus merasakan dinginnya lantai penjara.

Hidup di penjara membuat Hopkins menyaksikan beragam kekerasan di dalamnya. Hopkins pun sadar bahwa ia telah salah langkah dalam fase awal hidupnya sebagai manusia. Meski sadar telah salah langkah, Hopkins tetap tidak bisa membunuh jiwa ksatria yang mendambakan duel dalam kehidupannya. Karena itulah, ketika ia bebas dari penjara pada tahun 1988 pada usia 23 tahun, Hopkins memutuskan untuk memilih tinju sebagai jalan hidupnya. Dengan tinju, ia tak lagi bergelut dengan dunia kriminal yang identik dengan kekerasan namun tetap tak kehilangan naluri ksatria dalam dirinya.

Tetapi tidak lantas tekadnya untuk meniti karir di tinju berlangsung mulus. Debut perdananya di ring tinju pada 1988 justru diwarnai kekalahan saat menghadapi Clinton Mitchell di kelas berat ringan. Hopkins tak putus asa. Semangatnya makin membara. Ia tak naik ring selama satu tahun untuk fokus berlatih. Kembali naik ring pada tahun 1990 dengan turun ke kelas menengah, Hopkins pun tak terhentikan dan selalu menang dalam 22 pertandingan setelah itu dan namanya pun mulai terangkat ke dunia.

Jalan terjal kembali dilalui Hopkins. Ia kalah dalam duel perebutan sabuk juara dunia kelas menengah versi IBF melawan Roy Jones Jr pada tahun 1993. Namun, Hopkins lagi-lagi menerapkan prinsip kegagalan adalah sukses yang tertunda. Ia terus berusaha keras memburu mimpi menjadi juara dunia dan hal itu akhirnya terwujud dua tahun kemudian, saat ia menang TKO di ronde ketujuh atas Segundo Mercado. Hopkins pun resmi menyandang status sebagai juara dunia pada usia 30 tahun.

Banyak yang menyebut bahwa Hopkins tidak akan bertahan lama sebagai juara dunia mengingat usianya yang sudah tak lagi muda. Namun, Hopkins sukses mematahkan prediksi-prediksi tersebut dengan terus menggenggam sabuk juara dunia IBF selama 10 tahun, salah satu dari sedikit juara dunia yang mampu mempertahankan statusnya dalam waktu yang lama. Tidak hanya itu, Hopkins pun mampu menjadi juara dunia kelas menengah sejati dengan turut mendapatkan sabuk juara dunia versi WBA (2001), WBC (2002), dan WBO (2004). Hopkins yang dulu diremehkan orang pun berbalik menjadi pujaan dan idola banyak orang.

Dan ketika tiba masanya kehebatan Hopkins di kelas menengah luntur usai kalah dari Jermain Taylor pada 2005 dan kembali tumbang dalam duel rematch beberapa bulan berikutnya, publik pun sudah menganggap Hopkins sebagai calon legenda. Hopkins yang saat itu sudah berusia 40 tahun dianggap sudah sukses mencetak karir hebat dalam dua dekade terakhir. Namun nyatanya, Hopkins tidak puas dengan semua itu. Hopkins masih ingin tetap berada di ring dan membuktikan pada publik bahwa karirnya masih panjang.

Gambar

copyright : cbssport

Dan tahun-tahun setelah era kejayaan Hopkins di kelas menengah pun seolah menjadi fase kedua karir Hopkins. Dirinya membuktikan eksistensinya dalam sembilan tahun terakhir dengan kembali ke kelas berat ringan, kelas dimana dulu ia memulai debutnya. Tak selalu keluar sebagai pemenang memang, namun Hopkins mampu terus berdiri di atas ring dan membiarkan mimpinya tetap berkibar bersama dirinya selama ini. Ia pernah menyandang status juara dunia kelas berat ringan versi IBO dan WBC kemudian kehilangan sabuk itu pada 2012. Setahun kemudian, Hopkins mampu menjadi juara IBF dan kini ia juga memegang sabuk WBA dan IBO.

“One thing I just want to know before I leave this game, that I gave it my all. I gave it my all.”

Itulah kalimat yang diutarakan Hopkins ketika ditanya kapan ia akan mundur. Hopkins masih merasakan passion di dunia tinju dan tak ingin mundur hanya karena batas-batas kelaziman usia seorang atlet yang telah diciptakan generasi-generasi sebelumnya. Bagi Hopkins, tak mungkin adalah sebuah kata yang tidak pasti definisinya. Kata-kata tak mungkin adalah kata yang dikreasikan manusia terhadap batas-batas yang mereka yakini. Ketika Hopkins mampu merubah keyakinan banyak orang, maka batas-batas keyakinan banyak orang pun berubah.

Hopkins sudah menunjukkan dan masih akan terus menunjukkan bahwa di usia setengah abad, dirinya masih mampu berdiri di ring tinju bersanding dengan para ksatria yang pantas disebut sebagai anaknya lantaran besarnya perbedaan usia. Keberhasilan Hopkins jelas bukan hanya mengharumkan namanya sendiri, melainkan juga memberi inspirasi bagi banyak orang. Bahwa manusia perlu berjuang sekuat tenaga atas semua hal yang mereka yakini dan cintai, sehingga nantinya tak ada penyesalan yang tersisa di hati.

 

 -Putra Permata Tegar Idaman-

INVASI BEBEK MADURA

Setelah sebelumnya menginvasi Indonesia dengan kelezatan sate-nya, maka dalam setahun belakangan ini, Bebek Madura mulai melesat popularitasnya. Sudut-sudut jalan di pinggiran kota sudah menjadi tempat yang lazim untuk kita melihat tukang bebek Madura berdiri setia menanti pembelinya.

 Meski rasio keberadaannya belum sehebat tukang nasi goreng yang hampir di setiap 10 tarikan nafas ada, namun jumlah tukang bebek Madura bolehlah disandingkan dengan banyaknya jumlah tukang tahu gejrot di jalanan Jabodetabek. Tidak selalu ada dimana-mana, namun notabene sudah mudah untuk dijumpai dan dicari.

Lalu apa yang membedakan bebek Madura dengan bebek goreng lainnya yang sudah hadir lebih dulu dan juga telah diterima di hati ?

Yang pertama, berbeda dengan sajian bebek goreng lainnya yang biasanya disajikan dalam potongan besar (paha atau dada), bebek Madura disajikan dengan bentuk potongan-potongan yang lebih kecil. Biasanya, satu porsi bebek Madura terdiri dari tiga potong, yaitu potongan besar yang banyak dagingnya, potongan kedua yang terdiri dari daging dan banyak tulang, serta potongan ketiga yang lebih dominan tulang dibanding dagingnya.

Gambar

Jangan merasa khawatir bahwa kalian akan mendapat tiga potongan yang isinya lebih dominan tulang dan jangan berharap berlebihan bahwa kalian bakal mendapatkan lebih banyak potongan yang mengandung daging karena sang peracik sudah memisahkan wadah potongan bebek tersebut. Jadi satu porsi pasti akan terdiri dari potongan besar, potongan sedang, dan potongan yang mayoritas isinya tulang.

Penyajian dalam bentuk tiga potongan yang berbeda dengan penyajian bebek goreng pada umumnya ini sendiri mungkin didasari oleh cara memasak bebek Madura. Cara memasak bebek Madura ini lebih tepatnya dikatakan seperti ‘merebus’ potongan daging bebek tersebut ke dalam minyak goreng dalam sebuah penggorengan besar. Dalam setiap satu kali sesi menggoreng, mungkin bisa ada puluhan potongan di dalam penggorengan tersebut.

Meski hanya terdiri dari tiga potong, berbeda dengan bebek goreng yang biasa disajikan dengan potongan lebih besar (dada dan sayap atau paha atas dan paha bawah), bebek Madura tetap menawarkan keistimewaan tersendiri. Yang pertama harganya lebih murah dibandingkan harga bebek goreng di warung lainnya. Rata-rata harga seporsi bebek Madura dengan nasi ada di range 10-13 ribu rupiah. Kalau kurang puas dengan satu porsi bebek? Tinggal nambah, mudah saja solusinya.

Yang kedua adalah soal cita rasa. Bebek Madura menghadirkan rasa pedas yang benar-benar memanjakan selera. Pedasnya bebek Madura adalah pedas yang pas untuk dinikmati di siang hari. Pedas yang membakar semangat dalam diri. Sambal pedas plus berminyak yang ditabur di atas nasi panas adalah godaan terbesar yang mengajak pembeli mengatakan nambah kepada sang penjual.

Selain berisi tiga potong daging bebek, satu porsi nasi bebek Madura juga biasanya dihiasi oleh 2-3 potongan timun. Kegunaan timun ini sendiri diantaranya selain menghilangkan rasa pedas, juga berfungsi sebagai lauk kalau-kalau bebek kalian sudah habis sebelum nasi kalian habis (hahaha).

Gambar

Lain ladang lain belalang. Lain warung bebek, lain rasanya. Tidak semua warung bebek Madura digeneralisir rasanya enak seperti halnya tidak semua orang yang jualan bubur ayam rasanya enak. Tinggal pintar-pintar mencari mana warung nasi bebek Madura yang pas di hati.

Namun satu hal yang pasti ironi yang terjadi sekeluarnya dari warung nasi bebek Madura adalah dompet yang makin tipis dan bibir yang bertambah tebal. Namun semua itu tak jadi soal lantaran ketika perut kenyang maka hati pun senang.

 -Putra Permata Tegar Idaman-

Simon Santoso, Menepi untuk Berada di Podium Tertinggi

Simon Santoso tampil garang di lapangan. Lee Chong Wei, pemain nomor satu dunia yang notabene terus berhasil mempertahankan konsistensinya dari turnamen ke turnamen dalam beberapa tahun terakhir dibuat tak berdaya. Simon benar-benar unggul segalanya hari itu. Ia mendominasi permainan, memegang kendali ritme, dan tak membiarkan Lee Chong Wei berkembang. Gelar Singapura Super Series akhirnya menjadi milik Simon sebagai hadiah dari kegemilangannya hari itu dan pada hari-hari sebelumnya.

Sukses Simon di Singapura Super Series boleh jadi terbilang menarik. Bagaimana tidak, Simon mampu meraih dua gelar (plus Malaysia Grand Prix Gold seminggu sebelumnya) hanya dalam durasi tiga bulan sejak ia menyatakan mundur dari pelatnas Cipayung. Tak mundur pun ketika itu, Simon kemungkinan besar bakal didepak lantaran ia gagal memenuhi target di Malaysia dan Korea. Simon yang babak belur dan penuh kritik di bulan Januari berganti menjadi Simon yang penuh puja dan puji di bulan April.

Lalu apakah sukses Simon ini merupakan blunder PBSI karena tak memberikan Simon sedikit lebih banyak waktu untuk bangkit dari keterpurukan? Atau justru malah Simon harus berterima kasih kepada PBSI karena dirinya kini punya motivasi tambahan untuk bangkit dari keterpurukan?

Gambar

 Membahas Simon, kemudian ingatan ini melayang ke Indonesia Super Series Premier 2013. Ketika itu, masih terbayang jelas bagaimana kesalnya wajah Rexy Mainaky ketika mengetahui kabar bahwa Simon Santoso gagal bertanding dan mundur dari Indonesia Super Series Premier 2013 lalu lantaran sakit setelah salah dalam posisi tidur. Menurut Rexy, Simon benar-benar membuatnya kecewa. Yang Rexy mau, Simon coba turun ke lapangan dan  baru benar-benar mundur ketika memang dirinya tak kuat lagi mengejar shuttlecock.

Tidak hanya Rexy, banyak yang melihat Simon yang tengah dalam kondisi kurang bagus pasca sakit di awal tahun 2013 juga mengalami masalah dengan mental bertandingnya. Simon yang sudah dalam usia matang, 27 tahun dan memiliki jam terbang yang tinggi dipandang  banyak orang sudah sepatutnya tak lagi mengalami demam panggung sebelum bertanding.

Kejadian di Indonesia Super Series Premier itulah yang akhirnya membuat posisi Simon di pelatnas semakin terjepit. Simon yang masih mengharapkan waktu dan ruang serta pemakluman untuk bangkit terbentur oleh fakta usia Simon yang sudah matang dan penuh pengalaman. Alhasil, gelar di Indonesia Grand Prix Gold 2013 pun tidak cukup bagi Simon untuk dijadikan jaminan kepada PBSI bahwa Simon dalam jalur dan perjuangan untuk bangkit.

Simon memang masih bertahan di skuat pelatnas 2014 namun dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Dan persyaratan itu gagal dipenuhi Simon di bulan awal 2014. Sebelum dirinya resmi dikeluarkan oleh pelatnas yang telah memegang komitmen, Simon memutuskan mundur lebih dulu sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kegagalan yang dialaminya.

Simon memang mundur dari pelatnas, namun saat itu pula ia baru saja mengambil sebuah langkah maju dalam sisa karirnya sebagai seorang pebulu tangkis. Diam di pelatnas lebih lama mungkin dirasakan oleh Simon tidak akan memberi banyak dampak positif terhadap perkembangan karirnya. Karena itu cara ekstrim harus dicobanya termasuk dengan berkarir di luar pelatnas. Jika memang harus hancur, maka biar hancur setelah dirinya mencoba berbagai kemungkinan, mungkin begitu pikir Simon dalam keputusan mundurnya dari pelatnas.

Sebagaimana umumnya yang terjadi, keluar dari pelatnas berarti beban berkurang dan motivasi bertambah. Beban sebagai penghuni pelatnas Cipayung memang sangatlah besar. Semakin lama berada di sana tanpa prestasi yang membanggakan, maka semakin berat pula beban yang disandang di punggung masing-masing pemain. Sorotan dari pihak luar pun makin tajam dan berujung pada dipertaruhkannya kapasitas dan kelayakan mereka sebagai penghuni pelatnas.

Untuk motivasi, jelas motivasi bertanding dan berprestasi pemain yang baru keluar dari pelatnas Cipayung akan menjadi lebih besar dibandingkan sebelumnya. Mereka seolah ingin menunjukkan bahwa sosok mereka di waktu sebelumnya adalah bukan sosok sebenarnya dari mereka. Mereka masih punya kemampuan untuk bersaing dan memenangi kompetisi. Hal ini kemudian diaplikasikan kepada pola latihan yang lebih keras di keseharian mereka.

Selain beban berkurang dan motivasi bertambah, tanggung jawab mereka terhadap diri sendiri pun makin besar. Mereka kini harus mengurus berbagai kebutuhan di luar pertandingan, tidak hanya fokus terhadap strategi dan permainan di lapangan seperti sebelum mereka berada di pelatnas. Tanggung jawab besar di keseharian ini bisa berdampak positif terhadap permainan mereka di lapangan. Dan nilai-nilai inilah yang sepertinya terjadi pada diri Simon Santoso saat ini. menepi untuk kemudian merasakan podium tertinggi.

Gambar

 

copyright : badmintonindonesia.org

Simon menang Singapore Super Series adalah hal yang luar biasa di masa saat ini, di masa dimana ia baru bangkit dan hanya berjarak dua bulan dari titik keterpurukan. Namun dibandingkan masa sebelumnya, sebuah gelar super series sudah pernah dirasakan oleh Simon dalam perjalanan karirnya.

Yang menarik kemudian dinantikan setelah ini adalah, apakah kegemilangan Simon ini sifatnya hanya sementara atau sukses ini adalah kejutan awal yang dibuat oleh Simon untuk kemudian akan hadir kejutan yang sifatnya lebih besar di masa depan. Apakah Simon mampu kembali ke tempat yang layak baginya di lima besar atau dirinya mampu melakukan lonjakan yang lebih tinggi dengan menjadi dominan di persaingan tunggal putra. Menarik untuk disaksikan….

 -Putra Permata Tegar Idaman-

Hendra dan Tantangan Rexy

Hendra Setiawan terlihat kelelahan usai melahap sesi latihan pagi di Pelatnas Cipayung dua pekan lalu. Jika para pemain yang lebih muda usianya dari dirinya saja terlihat kelelahan, maka wajar jika Hendra yang akan berusia 30 tahun pada 2014 ini mengalami hal yang sama. Hendra sendiri memilih menepi dengan berdiri di dekat pintu masuk pelatnas Cipayung, tempat dimana ia mungkin merasakan sedikit angin dan udara yang lebih segar dibandingkan masih berkumpul dengan rekan-rekan ganda putra lainnya yang tengah duduk beristirahat di tepi lapangan tempat ganda putra latihan.

Saat tengah beristirahat itulah, Hendra kemudian berpapasan dengan Rexy Mainaky, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi yang tengah memantau latihan para awak pelatnas. Rexy sendiri memang rutin melakukan pemantauan atau bahkan ia sendiri terjun ke lapangan dengan ikut bermain dalam game melawan pemain pelatnas. Setelah berbincang-bincang selama lima menit mengenai latihan dan keseharian, Rexy kemudian mengutarakan sebuah pernyataan yang juga boleh diartikan sebagai tantangan perang kepada Hendra.

“Kalau Hendra bisa memenangi Piala Thomas tahun ini, maka dia  lebih baik daripada saya karena memiliki gelar yang lebih lengkap.” –Rexy Mainaky-

Sebuah pernyataan yang lugas dan tegas. Tanpa celah untuk diperdebatkan dan jelas hitam-putihnya. Padahal boleh dibilang selama ini, Rexy Mainaky (bersama Ricky Subagdja) adalah ikon besar ganda putra di Indonesia. Namanya bahkan tidak terlihat inferior jika dibandingkan dengan ganda legendaris macam Tjun Tjun/Johan Wahjudi dan Christian Hadinata/Ade Chandra.

Maklum, koleksi gelar Rexy terbilang lengkap. Mulai dari titel juara dunia, titel All England, emas Asian Games, hingga emas Olimpiade telah dimilikinya. Untuk level beregu, Rexy bahkan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari dominasi Indonesia di ajang Piala Thomas pada era 1990-an. Satu-satunya gelar yang penting yang lepas dari genggaman Rexy adalah emas SEA Games, pesta olahraga dua tahunan bangsa-bangsa Asia Tenggara.

Berbeda dengan Rexy, koleksi gelar Hendra secara individu memang boleh dibilang lebih lengkap. Ia mampu meraih emas mulai pesta olahraga level regional (SEA Games), level kontinental (Asian Games), hingga level dunia (Olimpiade). Gelar bergengsi lainnya macam titel juara dunia plus juara All England pun telah Hendra rasakan. Koleksi yang masih kurang dari buku gelar Hendra Setiawan saat ini adalah gelar Piala Thomas. Dan inilah yang kini menjadi bidikan utama Hendra saat ini.

Hendra sendiri sudah memiliki jam terbang yang tinggi di Piala Thomas. Sejak tahun 2006, Hendra sudah menjadi bagian dari tim Indonesia dan berkali-kali menjadi andalan untuk meraih poin. Berbagai tipe tim pun sudah pernah dirasakan oleh Hendra. Mulai dari dirinya dianggap sebagai pemain muda dan hanya tampil sebagai ganda kedua, saat ia berada di usia emas, hingga saat ini saat dimana dirinya boleh dibilang bakal menjadi pemain paling senior dalam tim ini.

Sayangnya dari empat kesempatan yang ia miliki, Hendra belum pernah sekalipun sukses mengakhiri perjalanannya di Piala Thomas dengan hasil juara. Indonesia selalu gagal membuat kejutan dengan menghentikan dominasi Cina yang selalu jadi unggulan pertama dan favorit juara.

Gambar

“Tim Indonesia di masa lalu memang bagus namun Cina saat itu pun juga sedang bagus-bagusnya. Untuk tahun ini, peluang Indonesia untuk menjadi juara cukup terbuka lebar karena Indonesia menjadi unggulan pertama dan Cina tak sebagus tahun-tahun sebelumnya.” –Hendra Setiawan-

Hendra pun sangat antusias berbicara tentang kemungkinan komposisi tim dari tiap negara saat berlaga di Piala Thomas nanti dan bagaimana peluang Indonesia untuk mengalahkan mereka. Hal itu cukup menggambarkan betapa besarnya hasrat Hendra untuk bisa membawa Indonesia meraih Piala Thomas pada tahun ini.

Hal itu mungkin juga ditambah fakta bahwa Hendra ingin melakukan balas dendam terhadap dirinya sendiri. Dua tahun lalu, Hendra tampil buruk di Piala Thomas dan berkontribusi atas kekalahan 2-3 yang dialami oleh Indonesia dari Jepang di babak perempat final, sebuah catatan buruk dalam perjalanan sejarah bulu tangkis Indonesia.

Bukan hanya Hendra seorang sejatinya yang menginginkan Piala Thomas, melainkan juga bangsa Indonesia. Sebagai negara dengan status peraih gelar terbanyak Piala Thomas, sudah terlalu lama rasanya Indonesia tidak bisa menjadi juara, yaitu lima kali penyelenggaraan dari 2004-2012. Tahun ini adalah kesempatan terbaik untuk Indonesia memenanginya karena peta kekuatan tiap negara pada dua tahun mendatang jelas belum bisa dipastikan kemana arahnya.

Lalu bagaimana dengan Rexy Mainaky? Sudikah dirinya mengakui Hendra Setiawan lebih hebat dibandingkan dirinya dengan berbekal hanya satu Piala Thomas di tangan nantinya? Mendengar kata-kata Rexy secara langsung, keikhlasan untuk sebuah pengakuan terasa jelas dari kalimat-kalimat tantangan yang diutarakannya. Lagipula, sukses Hendra menjadi motor kemenangan Indonesia di Piala Thomas nantinya pun akan menjadi sukses Rexy sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI.

 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Puzzle Tim Indonesia

Satu bulan jelang berlangsungnya Piala Thomas-Uber di New Delhi, Indonesia kini mulai bersiap untuk menyusun langkah perdana dalam upaya mereka mewujudkan ambisi mereka menjadi kenyataan. Ambisi yang jadi nyata bagi Indonesia saat ini adalah menjadi juara Piala Thomas dan berhasil meraih status semifinalis di Piala Uber.

Dan, Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) kini pun tengah disibukkan menyusun kerangka tim. Jika tim Indonesia nantinya diibaratkan sebagai sebuah gambar yang utuh, maka nama-nama pemain yang masuk nominasi nantinya adalah potongan-potongan puzzle yang ada di genggaman PBSI saat ini. Memang tidak semuanya akan dipergunakan untuk menyusun sebuah gambar utuh, namun PBSI butuh potongan-potongan puzzle yang tepat agar nantinya mereka bisa menyusun sebuah gambar seperti yang diinginkan.

Dan menariknya, potongan puzzle yang dimiliki PBSI sendiri saat ini bukan saja atlet-atlet yang berasal dari lingkup pelatnas Cipayung semata, melainkan pula atlet-atlet yang sudah berstatus sebagai pemain di luar pelatnas. Dalam daftar nominasi pemain Piala Thomas-Uber, ada enam pemain yang berasal dari luar lingkup pelatnas, yaitu Simon Santoso, Adriyanti Firdasari, Marcus Fernaldi/Markis Kido, dan Pia Zebadiah/Rizki Amelia Pradipta.

Sejak kiprah pemain di luar pelatnas mencuri perhatian di era Taufik Hidayat berkarir mandiri, maka sejak itu pula penampilan beregu Indonesia juga dihiasi oleh pemain di luar pelatnas. Taufik sempat menjadi anggota Piala Thomas 2010 dengan status sebagai pemain di luar pelatnas dan ia sukses memimpin tim Indonesia melaju ke babak final sebelum akhirnya kalah di tangan Cina. Pada Piala Sudirman 2011, Indonesia juga memakai nama pemain di luar pelatnas yaitu Alvent Yulianto dan Alvent mampu tampil mengejutkan ketika itu lewat duetnya bersama Mohammad Ahsan.

Yang agak sedikit mengecewakan adalah kondisi tim Indonesia di Piala Thomas 2012 yang disebut-sebut tidak kompak. Ketika itu, tim terdiri dari gabungan pemain pelatnas dan pemain non-pelatnas dan yang menjadi masalah adalah tim disebut tidak bersatu padu sebagai sebuah kesatuan yang utuh dan hal itu berimbas pada tersingkirnya Indonesia dengan cepat, yaitu pada babak perempat final. Sebuah sejarah baru bagi Indonesia di Piala Thomas, tentunya dalam sudut pandang negatif.

Karena itu, ketika kemudian mencuat lagi wacana pemanggilan pemain di luar pelatnas, maka pro-kontra pun kemudian bermunculan. Mereka yang pro tentu beralasan bahwa Indonesia butuh tenaga mereka yang ada di luar pelatnas untuk mewujudkan kekuatan terbaik Indonesia. Sementara yang kontra pun memiliki alasan yang kuat berupa pengalaman kurang bagus di Piala Thomas 2012 yang notabene merupakan kesan terakhir dari bergabungnya pemain non pelatnas ke dalam tim.

Dengan target menjadi juara di Piala Thomas dan masuk semifinal di Piala Uber, Indonesia sendiri memang sudah sepatutnya memanfaatkan dan memaksimalkan seluruh potensi yang mereka miliki saat ini. Hal ini berarti bahwa memang PBSI sudah sepantasnya untuk kembali membuka pintu masuk bagi para pemain di luar pelatnas yang saat ini mampu unjuk gigi di persaingan bulu tangkis dunia.

Di Tim Piala Thomas contohnya, munculnya Simon sebagai salah satu opsi untuk tunggal putra tentunya melegakan mengingat kondisi tunggal putra Indonesia saat ini tidak sepenuhnya menggembirakan. Tommy Sugiarto yang merupakan tunggal terbaik Indonesia saat ini tengah berada dalam fase penyembuhan cedera, Dionysius Hayom Rumbaka masih labil, dan Sony Dwi Kuncoro sendiri juga rentan cedera.  Pun demikian halnya dengan Markis Kido/Marcus Fernaldi Gideon. Kehadiran mereka akan makin membuat tim pelatih memiliki lebih banyak pilihan untuk sektor ganda nantinya.

Gambar

copyright : badminton indonesia

Gambar

Kondisi yang sama juga ada di tim Piala Uber. Kehadiran Firdasari dan Pia/Rizki sebagai barisan nominasi akan membuat tim pelatih memiliki variasi pilihan yang lebih baik dibandingkan jika hanya memantau pemain-pemain yang ada di pelatnas.

Lalu bagaimana dengan kekhawatiran bahwa tim yang ada nantinya tidak kompak lantaran berisikan pemain dari dalam dan luar pelatnas ? Hal itu sudah disiasati oleh PBSI dengan mengadakan training camp di Kudus yang dimulai pada 15 April ini. Dengan adanya training camp itu, tim pelatih bisa melihat pemain-pemain mana saja yang memiliki kapasitas untuk bergabung dengan tim Indonesia nantinya. Kapasitas yang dimaksud bukan saja terkait teknik dan kemampuan di lapangan, melainkan kapasitas berupa kesungguhan dan keseriusan menjadi bagian dari tim Indonesia nantinya.

Dalam keseharian, rasa persaingan antara pemain pelatnas dengan pemain non pelatnas pastilah ada. Mereka yang di luar pelatnas pasti ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan pemain yang ada di dalam pelatnas sementara pemain yang berstatus anggota pelatnas juga terus berambisi untuk membuktikan bahwa mereka layak berada di tempat tersebut.

Persaingan antara pemain pelatnas dan non pelatnas ini sendiri sepatutnya layak untuk dijaga dan terus dipelihara selama dalam konteks positif. Karena hanya dengan persaingan, bukan hanya pemain pelatnas dengan pemain non pelatnas melainkan juga persaingan antar pemain secara keseluruhan, para pemain akan terus berkembang menjadi lebih baik dan hasilnya akan menjadikan Indonesia tampil dengan kekuatan terbaik nantinya.

-Putra Permata Tegar Idaman-